Dalam 23 Pekan, Zona Merah COVID-19 Turun Jadi 57 Daerah
Kepala BNPB Doni Monardo selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. (ANTARA/ADITYA PRADANA PUTRA)
Merahputih.com - Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID- 19 Doni Monardo menjelaskan, dalam waktu 23 pekan, jumlah daerah zona merah COVID-19 berhasil diturunkan 52,7 persen menjadi 57 daerah.
“Kita lihat ada sejumlah daerah yang merah pada 1 Juni yang lalu, sekarang sudah mengalami perubahan. Dalam kurun waktu yang tidak lama, hanya dalam 23 minggu, daerah yang zona merah bisa berubah dari 108 zona merah menjadi 57 daerah,” kata Doni Monardo, Senin (29/6).
Baca Juga:
Dapat Perintah Salurkan APD Bantuan dari Puan, Gibran: Semoga Ini Sinyal Baik Pilkada
Agar jumlah daerah zona merah dapat diturunkan hingga nol, Doni Monardo menegaskan ada langkah-langkah yang harus dioptimalkan oleh segenap komponen. Diantaranya dengan pelibatan tokoh masyarakat, tokoh agama dan termasuk juga melibatkan antropolog.
Karena setiap daerah memiliki karakteristik masing-masing dan potensi yang perlu dilakukan untuk penanganan COVID-19 juga berbeda-beda. Dengan pelibatan para tokoh dan antropolog dihadapan dapat menekan laju pertumbuhan COVID-19.
Dalam penanganan ini, Doni Monardo mengungkapkan pihaknya telah membagi daerah menjadi tiga zonasi, yakni zonasi merah, kuning dan hijau. Pembagian zonasi ini sangat tergantung dari tingkat kepedulian masyarakat.
Menurut Jenderal Bintang Tiga ini, tidak cukup hanya kepala daerah seperti gubernur, bupati dan wali kota yang bekerja keras agar daerahnya tidak masuk zona merah, tetapi bisa berada di zona hijau.
Kerja keras para kepala daerah ini akan sia-sia bila tidak didukung oleh masyarakat. Zonasi ini sangat tergantung dari tingkat kepedulian bersama. Tidak cukup bupati walikota atau gubernurnya. Apabila tidak mendapatkan dukungan dari segenap komponen masyarakar yang ada di daerah, maka yang semula zona hijau bisa saja dalam waktu yang tidak lama terjadi perubahan ke kuning.
"Bahkan yang kuning bisa berubah jadi orange dan merah,” jelas Doni Monardo.
Langkah lainnya adalah dengan melakukan pendekatan yang bersifat kearifan daerah. Pendekatan ini diharapkan bisa menjadi ujung tombak dalam percepatan penanganan COVID-19.
Baca Juga:
Survei Komnas HAM Ungkap Belum Semua Orang Beribadah di Rumah Saat Corona
Para pemimpin daerah sampai ke tingkat paling rendah yaitu kepala desa, lanjutnya, bisa menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakar. Istilah asing harus bisa diterjemahkan menjadi bahasa yang mudah dipahami, termasuk penggunaan bahasa daerah.
“Seperti halnya istilah droplet, kemudian social distancing, physical distancing dan new normal. Ini diharapkan bisa diterjemahkan oleh seluruh pimpinan di daerah agar yang penting masyarakat bisa paham,” ungkap mantan Pangdam Siliwangi dan Patimura ini. (Knu)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Penanganan Penyakit Tuberculosis Bakal Contoh Pola Pandemi COVID-19
Kasus ISPA di Jakarta Naik Gara-Gara Cuaca, Warga Diminta Langsung ke Faskes Jika Ada Gejala
Ciri-Ciri dan Risiko Warga Yang Alami Long COVID
Kemenkes Temukan 1 Kasus Positif COVID dari 32 Spesimen Pemeriksa
178 Orang Positif COVID-19 di RI, Jemaah Haji Pulang Batuk Pilek Wajib Cek ke Faskes Terdekat
Semua Pasien COVID-19 di Jakarta Dinyatakan Sembuh, Tren Kasus Juga Terus Menurun Drastis
Jakarta Tetap Waspada: Mengungkap Rahasia Pengendalian COVID-19 di Ibu Kota Mei 2025
KPK Minta Tolong BRI Bantu Usut Kasus Korupsi Bansos Presiden Era COVID-19
KPK Periksa 4 Orang Terkait Korupsi Bansos Presiden Era COVID-19, Ada Staf BRI
COVID-19 Melonjak, Ini Yang Dilakukan Menkes Budi Gunadi Sadikin