Cara Tepat Perawatan Pasien Kanker Paru-Paru di Masa Pandemi


Penting bagi pasien kanker paru-paru untuk mendapatkan perawatan selama pandemi. (foto: pexels/ shvets production)
PANDEMI membuat masyarakat ragu menyambangi fasilitas kesehatan. Sebisa mungkin, banyak yang meminimalisasi kemungkinan berkunjung ke rumah sakit dan hanya ke sana jika benar-benar ada situasi mendesak. Lalu bagaimanakah dengan orang dengan komorbid yang harus rutin memeriksakan kondisinya? Salah satunya ialah pasien kanker.
Pasien kanker paru-paru diimbau tetap patuh pada pengobatan dan rutin kontrol dengan dokter masing-masing di tengah masa pandemi COVID-19. Prof Dr dr Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD-KHOM, MPdKed, FINASIM, FACP, dokter spesialis penyakit dalam konsultan hematologi dan onkologi medik dan Ketua Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI), menyebut penting bagi pasien kanker paru-paru untuk tidak menunda pengobatan kanker. Hal tersebut demi menghindari risiko cepatnya penyebaran sel kanker.
BACA JUGA:
Ia mengatakan pasien kanker paru sangat rentan terhadap virus COVID-19 sehingga memerlukan perhatian khusus. "Dalam menjalani perawatan di masa pandemi, pasien harus tetap memperhatikan keselamatan dirinya dengan melakukan screening COVID-19, melakukan prokes ketat serta menjaga imunitas tubuh dengan asupan gizi yang baik," ujarnya saat peringatan Hari Kanker Paru Sedunia 2021.
Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah menetapkan definisi penyakit kanker adalah suatu kumpulan penyakit yang disebabkan oleh kerusakan gen. "Penyakit kanker bersifat heterogen karena tergantung pada jenis mutasi gen yang terjadi pada sel dalam organ tubuh seseorang," urainya.

Dalam kesempatan tersebut, para dokter mengungkapkan pada laki-laki, paru-paru menjadi salah satu organ tubuh manusia yang sering terpapar kanker. Penyakit kanker paru-paru juga merupakan penyebab kematian akibat kanker tertinggi di dunia.
Menurut Global Cancer Statistic (Globocan) 2020, terdapat 1.796.144 kematian akibat kanker paru di dunia. Di Indonesia, angka kejadian kanker paru meningkat dari sebelumnya 30.023 pada tahun 2018 menjadi 34.783 pada tahun 2020. Angka kematian akibat kanker paru juga meningkat dari sebelumnya 26.069 pada 2018, menjadi 30.843 pada tahun 2020.
Seperti penyakit kanker lain, manajemen kanker dilakukan oleh Tim Multidisiplin/MDT, yaitu kerja sama dengan berbagai disiplin ilmu kedokteran seperti bidang ilmu bedah onkologi, radiologi, ahli patologi, radioterapi, medikal onkologi, dan bidang ilmu lainnya. Golden standard (baku emas) dalam penetapan/diagnosis kanker paru ditentukan oleh ahli patologi anatomik dengan pemeriksaan sampel jaringan yang diambil melalui biopsi jarum atau dengan biopsi terbuka ke organ paru. Selanjutnya ahli patologi akan menetapkan diagnosis kanker paru, yaitu menetapkan jenis dan derajat keganasannya.
Setelah diagnosis ditegakkan, tim multidisiplin akan menetapkan stadium dan rencana penanganan ataupun pengobatan. "Sampai saat ini, belum ada teknik ataupun sistem yang ditetapkan WHO untuk dapat dipakai dalam skrining ataupun deteksi dini kanker paru. Di beberapa negara maju, skrining ataupun deteksi dini menggunakan pemeriksaan paru dengan pemeriksaan radiologi Low Dose CT Scan (CT Scan dosis rendah)," jelasnya.
Oleh karena sulitnya mendeteksi kanker paru secara dini, maka penelitian banyak ditujukan pada pengendalian faktor risiko, agar dapat menurunkan angka kejadian maupun kematian kanker paru. Salah satu faktor risiko penyebab kanker paru adalah paparan asap rokok serta polusi lingkungan.
BACA JUGA:
Apa yang Harus Dilakukan Jika Alami Infeksi 'COVID-19 Breakthrough'?
Dengan tingginya angka perokok di Indonesia, ditambah lagi dengan tingginya polusi membuat setiap orang berpotensi mengidap kanker paru. Untuk itu perlu mengambil langkah-langkah untuk mulai mengurangi dan menghindari paparan dari bahan-bahan berbahaya terutama asap rokok serta polusi lingkungan. Oleh karena itu tetap biasakan untuk memeriksakan diri terutama paru secara teratur ke dokter di fasilitas kesehatan setempat terutama bagi perokok aktif maupun pasif, walaupun situasi pandemi COVID-19.
"Apabila seseorang terdiagnosis kanker paru, maka kami menghimbau agar pasien tersebut tetap semangat dan tidak takut untuk ke rumah sakit guna mendapatkan pengobatan yang memadai karena sudah ada prokes ketat,” jelas Aru.

Dalam kesempatan yang sama, dr Evlina Suzanna Sinuraya, Sp.PA, Spesialis Patologi Anatomi RS Kanker Dharmais menjelaskan kanker paru biasanya dikelompokkan menjadi dua jenis utama yang disebut small cell lung cancer (SCLC/kanker paru sel kecil) dan non-small cell lung cancer (NSCLC/kanker paru bukan sel kecil). Jenis kanker paru ini tumbuh secara berbeda dan diobati secara berbeda pula. Namun pada dasarnya, NSCLC lebih umum terjadi dibandingkan SCLC.
"Gejala kanker paru bisa berbeda pada setiap orang. Bisa jadi berhubungan langsung dengan paru-parunya namun jika kanker tersebut sudah menyebar, maka gejala akan lebih spesifik pada bagian tubuh yang terkena penyebarannya," jelasnya. Baik NSCLC maupun SCLC, gejala umum yang bisa dilihat seperti batuk yang tak kunjung hilang, batuk darah, nyeri dada hingga sesak napas, penurunan berat badan yang drastis, sakit kepala, hingga sakit tulang.
Dalam 15 tahun terakhir telah banyak perkembangan keilmuan dalam hal biologi molekuler dan patologi yang tentu saja hal ini berakselerasi dengan perkembangan pengobatan terhadap kanker paru. Namun demikian hasil akhir pengobatan sangat erat kaitannya dengan kondisi pasien saat pertama kali terdiagnosis. Apakah dalam stadium dini, yang artinya tumor dalam diameter yang kecil dan belum terjadi penyebaran baik ke kelenjar getah bening maupun ke organ lainnya seperti otak, atau pasien datang dalam kondisi stadium lanjut.(Avia)
BACA JUGA:
AI akan Bisa Mendiagnosis Demensia dalam Satu Kali Pemindaian
Bagikan
Berita Terkait
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa

Periksakan ke Dokter jika Vertigo Sering Kambuh Disertai Gejala Lain, Bisa Jadi Penanda Stroke

Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik, Alasanya Tambah Jumlah Peserta Penerima Bantuan Iuran
