Calon Tunggal di Pilkada Buktikan Oligarki Partai Politik
Ilustrasi TPS Pemilu. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Keberadaan calon tunggal yang semakin meningkat di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 dinilai menjadi preseden buruk bagi demokrasi di Indonesia. Calon tunggal, membuat pilihan masyarakat jadi terbatas.
Selain itu, pertarungan pilkada dengan kotak kosong alias tidak ada tanding, membuat masarakat tidak bisa membandingkan visi misi antar calon. Kondisi tersebut membuat masyarakat hanya dihadapkan kepada dua pilihan, yakni memilih calon yang ada atau tidak memilih kandidat sama sekali.
Peneliti Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto menegaskan, calon yang banyak saat pilkada serentak, menjadi kabar baik bagi demokrasi karena memberikan pilihan kepada publik.
Baca Juga:
Jerat Pidana Calon Kepala Daerah Pelanggar Protokol Kesehatan
Ia menegaskan, keberadaan calon tunggal pada Pilkada 2020, membuktikan gagalnya partai politik dalam menjalankan kaderisasi untuk menelurkan pemimpin selanjutnya. Macetnya kaderisasi dan regenerasi pada partai politik saat ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
"Ketika semua sudah berubah, reformasi sudah berjalan dua dekade tetapi di partai politik kita masih mencatat adanya oligarki, adanya pemimpin partai yang tidak berganti-ganti, adanya ketidaksetaraan di sana, padahal partai politik adalah pilar demokrasi," kata dia dikutip Kantor Berita Antara.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyampaikan terdapat 25 kabupaten/kota yang memiliki calon tunggal dalam Pilkada Serentak 2020 dari total bakal pasangan calon yang mengikuti pilkada sebanyak 738 pasangan, terdiri dari 25 pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dan 612 pasangan calon bupati/wali kota dan wakil bupati/wakil wali kota.
Baca Juga:
Pilkada Serentak Ngotot Digelar Desember 2020 Sebab Peluang Petahana Menang Besar
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
KPU Sewa Jet Pribadi Rp 90 M Saat Pemilu 2024, Komisi II DPR RI Naik Pitam dan Ancam Bongkar Semua Rincian Penggunaan APBN
KPU DKI Sebut Kursi DPRD Bisa Berkurang Jadi 100, Imbas UU DKJ Baru
Ogah Buka Dokumen Capres-Cawapres, KPU Jadi Tidak Transparan
KPU Minta Maaf Bikin Gaduh soal Dokumen Capres-Cawapres, Apresiasi Masukan Masyarakat
KPU Batalkan Aturan Kerahasiaan 16 Dokumen Syarat Capres-Cawapres, Termasuk Soal Ijazah
Ijazah Capres/Cawapres tak Ditampilkan ke Publik, Roy Suryo: ini Seperti Beli Kucing dalam Karung
KPU Tutup Akses Dokumen Capres-Cawapres, DPR Ibaratkan Beli Kucing dalam Karung
KPU Tepis Rumor Penyembunyian Ijazah Sengaja untuk Lindungi Capres/Cawapres
Kebijakan KPU Batasi Akses Ijazah Capres/Cawapres, Pengamat Politik: Berpotensi Langgar Keterbukaan Publik
KPU tak Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, Pengamat: Berpotensi Langgar Undang-undang