Buntut Serangan Siber PDN, Menkominfo Didesak Mundur

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi. MP/Didik Setiawan
MerahPutih.com - Buntut serangan ransomware terhadap Pusat Data Nasional (PDNS) 2 yang menyebabkan lumpuhnya layanan publik dari 282 instansi pemerintah di tingkat pusat maupun daerah, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi didesak mundur.
Desakan itu massif beredar melalui sebuah petisi daring di situs change.org berjudul 'PDNS Kena Ransomware, Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi Harus Mundur!'.
Petisi itu digagas oleh organisasi Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) pada 26 Juni 2024 itu kini sudah ditandatangani oleh 3.480 orang dan menargetkan tanda tangan dari 5.000 orang.
Sebagai catatan, ransomware merupakan malware yang mengancam korban dengan menghancurkan atau memblokir akses ke data atau sistem penting hingga tebusan dibayar.
Baca juga:
PDNS Diserang Hacker, Menkominfo Diminta Mundur dan Minta Maaf
“Pak Menteri, cukuplah semua kelalaian ini. Jangan jadikan data pribadi kami sebagai tumbal ketidakmampuan Anda. MUNDURLAH!,” demikian bunyi desakan yang disampaikan oleh SAFEnet lewat petisi tersebut.
SAFEnet menilai pemerintah tidak segera menyampaikan situasi tersebut kepada publik meskipun serangan siber sudah terjadi selama berhari-hari. Pemerintah lebih banyak diam dan tidak terbuka kepada publik tentang apa yang terjadi.
“Padahal, serangan siber dan dampaknya seharusnya termasuk informasi publik yang harus disampaikan dengan segera secara terbuka,” tegasnya.
Sebagai lembaga negara yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan data dan informasi, termasuk keamanannya, sudah seharusnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) juga bertanggung jawab terhadap serangan ransomware pada PDNS saat ini.
Oleh karena itu, Menkominfo harus mundur sebagai pertanggungjawaban dan meminta maaf secara terbuka terhadap situasi ini. Kemenkominfo dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) juga harus mengaudit keamanan semua teknologi dan sumber daya manusia keamanan siber negara yang saat ini digunakan.
Lebih lanjut, menurut SAFEnet, serangan terhadap PDNS 2 bukanlah yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, serangan siber dan kebocoran data pribadi juga terjadi pada sejumlah lembaga pemerintah, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dan lainnya.
“Data pribadi pemilih yang ditawarkan melalui forum jual beli data itu mencakup nama lengkap, tanggal lahir, jenis kelamin, nomor induk kependudukan (NIK), dan alamat lengkap,” tulis SAFEnet.
Baca juga:
Seputar Raker BSSN-Menkominfo: BSSN Belum Ketemu Pelaku, Menkominfo Belok Terus, DPR Kecewa
Masih menurut pemantauan SAFEnet, selama dua tahun terakhir terjadi kebocoran data pribadi setidaknya 113 kali, yaitu 36 kali pada 2022 dan 77 kali pada 2023.
Jumlah itu jauh lebih sedikit dibandingkan temuan lembaga keamanan siber Surfshak yang menemukan lebih dari 143 juta akun di Indonesia menjadi korban kebocoran data hanya sepanjang tahun 2023.
“Jumlah tersebut membuat Indonesia berada di urutan ke-13 secara global sebagai negara yang paling banyak mengalami kebocoran data,” ungkap SAFEnet. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
DPR Ingatkan Pentingnya AI dan Cyber Defense untuk Fungsi Pertahanan Modern di Tubuh TNI

Pemerintah Segera Susun Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber

Copot Sri Mulyani hingga Budi Arie, Pengamat Duga Prabowo Mau Lepas 'Warisan' Jokowi

Budi Arie Hormati Keputusan Prabowo Saat Sampaikan Pidato Perpisahan di Kantor Kemenkop

Ungkap Sikap Politiknya Usai Kena Reshuffle, Budi Arie: Dukung Langkah yang Diambil Presiden untuk Kepentingan Rakyat dan Bangsa Indonesia

Kebocoran Data Gmail dan Cara Melindungi Akun dari Serangan Phishing

Era Baru Kejahatan Digital, CrowdStrike Sebut Serangan AI Makin Meningkat di 2025

Google Cloud Bikin Pusat Operasi Keamanan di Indonesia, Didukug AI dan Berbasis Intelijen

Komisi III Tanggapi Serangan Siber Draf RUU KUHAP di Situs Web Resmi DPR

Konflik Merambah Ranah Digital, Peretas Pro-Israel Klaim Curi Rp 1,44 Triliun dari Bursa Kripto Terbesar Iran
