Buku Wajib dan Perekrutan Acak Pelaku Teror Indonesia


Terduga pelalu teror di Jawa Timur. (Foto: Budi/Surabaya)
MerahPutih.com - Perekrutan anggota teror masih marak di Indonesia. Terakhir, Densus 88 Polri mengamankan 22 terduga teroris di Jawa Timur. Selain itu, puluhan buku yang dinilai jadi pegangan sebagai paduan wajib dan cuci otak disita polisi.
Buku buku tersebut diantaranya karya 'Ali Ghufron (Mukhlas) dengan judul Mimpi Suci di Balik Jeruji Besi', lalu buku berjudul Sekuntum Rosela Pelipur Lara, karya Imam Samudra dan buku berjudul Tarbiyah Jihadiyah.
Mantan pentolan Jama'ah Islamiyah dan perekrut, Ali Fauzi yang juga adik kandung terpidana mati Bom Bali, Amrozi, mengataka buku Tarbiyah Jihadiyah adalah buku yang disusun berjilid-jilid oleh Abdullah Azzam saat konflik antara Afghanistan versus Uni Soviet dulu. Buku itu berisi panduan jihad secara tekstual.
Baca Juga:
Polresta Surakarta Waspadai Gerakan Terorisme
Di kalangan kelompok radikal-ekstrem, kata pendiri Yayasan Lingkar Perdamaian itu, buku Tarbiyah Jihadiyah Abdullah Azzam bukan merupakan buku pegangan wajib.
"Bukan buku wajib, tapi buku tersebut banyak jadi panduan mereka untuk memahami jihad secara tekstual. Tapi jangan salahkan bukunya. Tapi cara pandang orangnya terhadap buku itu. Kalau saya sudah khatam," lanjut Fauzi.
Disinggung mengenai pola perekrutan, Ali menyebut platform What's App adalah alat media sosial yang paling efektif untuk saat ini. Jelas berbeda dengan pola lama yang masih harus bertatap muka dalam merekrut orang.
Berdasarkan pengalamannya saat tergabung dengan kelompok teror, Ali Fauzi dan jaringannya masih menggunakan offline atau bertatap muka.
"Ada fase-fase yang harus dilewati, diantaranya pembinaan mental, pembinaan ideologi yang tidak bisa secara instan dan butuh proses. Apalagi sampai mau menjadi pelaku bom bunuh diri. Butuh waktu lama. Tidak bisa instan," sambungnya
Namun, pada generasi belasan tahun terakhir, sudah mulai berubah pola. Perekrutan dilakukan media sosial seperti facebook, instagram, telegram dan WhatsApp.
"Paham radikal disebar secara random. Sasaran yang paling kena adalah usia anak-anak atau remaja," kata Ali.
Pemahaman radikal melalui media sosial, kata Ali, muncul sejak ISIS global untuk merespon mengajak bergabung ke Suriah. Pada saat itu, pemahaman radikal disebar ke berbagai media sosial.
Hasilnya saat itu begitu efektif. Di situlah, masih kata Ali, data terimput dan tersaring. Selanjutnya, ada proses pendekatan, perekerutan lalu pembinaan.
"Nah, kalau dulu facebook. Sekarang yang paling efektif adalah whatsapp. Waktu dulu, pemahaman yang kita dapat adalah murni idiologi. Dan sekarang yang terjadi, seperti bom Surabaya beberapa waktu tahun kemarin, itu bukan murni idiologi saja. Tetapi, idiologi dan politik, kekuasaan," katanya.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan, diketahui lokasi latihan ke-22 teroris asal Jatim ini di sekitar Gunung Bromo. Ke-22 teroris yang menamakan diri kelompok Fahim ini telah merencanakan sejumlah aksi terorisme dengan tujuann menebarkan rasa ketakutan di tengah masyarakat.
"Salah satu sasarannya adalah aparat keamanan, anggota Polri yang sedang bertugas di lapangan," ucap Rusdi di landasan Apron Terminal Kargo Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang, Banten, Kamis (18/3).
Ia menjelaskan, penangkapan terhadap 22 terduga teroris itu dilakukan dalam waktu yang berbeda-beda di lokasi yang berbeda-beda pula. Sejak tanggal 26 Februari sampai 2 Maret 2021 di Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Kediri, Malang, dan Bojonegoro.

Densus 88 Antiteror juga turut mengamankan sejumlah senjata tajam dalam penangkapan para terduga teroris tersebut. Barang-barang yang disita di antaranya puluhan butir peluru, satu pistol rakitan jenis FN, pisau, dan busur panah.
Rusdi mengatakan sebelum ditangkap sejumlah anggota kelompok Fahim bertemu dengan Taufik Bulaga (TB) alias Upik Lawanga. Upik Lawanga merupakan dalang dari beberapa peristiwa teror bom, seperti Bom Pasar Tentena, Bom Pasar Maesa, Bom Gor Poso, Bom Pasar Sentral, Bom Termos Nasi Tengkura, Bom Senter Kawua, dan rangkaian aksi teror lainnya pada 2004 hingga 2006.
"Hasil keterangan mereka, beberapa kali sebelum Upik Lawanga dan kelompok ini ditangkap, mereka melakukan pertemuan," ungkap Rusdi.
Selain itu, Polisi masih mencari anggota MIT Poso berjumlah 11 orang itu. Anggota ini terbagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok berjumlah tujuh orang, dan satu kelompok lagi berjumlah empat orang. (Budi Lentara/Surabaya)
Baca Juga:
Densus 88 Perlu Gunakan Instrumen UU Terorisme Proses Dugaan Keterlibatan Oknum FPI
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Kondisi Kerusakan Rumah usai Ledakan Misterius di Pamulang Tangsel

Kompol Cosmas Ajukan Banding atas Pemecatan buntut Kasus Rantis Brimob

Langkah Langkah Polisi dan TNI Bereskan Situasi Setelah Demo di Berbagai Daerah Rusuh

Polisi Tetapkan 42 Tersangka Demo Rusuh di Surabaya, Hampir Setengahnya Anak-Anak

Polisi Masih Buru Akun Media Sosial yang Sebarkan Provokasi Demo dan Penjarahan

Pengemudi Rantis Tabrak Ojol Affan Kurniawan Hadapi Sidang Etik, Kronologi Penabrakan Diharapkan Terungkap

Pelaku Aksi Anarkis Terbukti Pakai Narkoba sebelum Merusuh saat Demonstrasi, Polisi: Untuk Tambah Motivasi dan Hilangkan Rasa Takut

Polisi Kumpulkan Video Pembakaran Gedung DPRD, Dari CCTV dan Video Warga

Catatan YLBHI Demo 25-31 Agustus: 3.337 Orang Ditangkap, 1.042 Luka-Luka, 10 Meninggal

Kecam Penangkapan Delpedro Marhaen, Amnesty International: Negara Seharusnya Dengarkan Tuntutan Rakyat
