Atasi dan Cegah Migrain dengan Cara Sederhana
Migrain penyebab tertinggi keempat seseorang masuk UGD (Sumber: Pexels/Andrea Piacquadio)
MIGRAIN merupakan kondisi seseorang mengalami nyeri kepala terasa berdenyut dengan sejumlah karakter dengan intensitas sedang (moderate) hingga berat, berdenyut (pulsating in quality), dan dapat memburuk aktivitas fisik.
Baca juga: Apakah Migrain dan Sakit Kepala Sebelah Kondisi Berbeda?
Migrain paling sering dialami sejak pubertas dan semakin banyak menyerang dengan rentang usia 35 – 45 tahun.
Berdasarkan data dari Pescado Ruschel & De Jesus (2020), secara global prevalensi migrain mencapai hingga 12% dari total populasi dan menduduki nomor dua tertinggi sebagai penyebab abnormalitas (disability). Migrain menjadi alasan tertinggi keempat untuk kunjungan ke unit gawat darurat.
Belum diketahui penyebab pasti dari migrain. Namun ada sejumlah faktor menjadi pemicu migrain. Faktor tersebut antara lain stress, makanan atau minuman dikonsumsi, bau tertentu, jadwal makan tidak teratur, jadwal tidur kurang ataupun lebih, serta aktivitas fisik atau olahraga tertentu atau berlebihan dan suhu panas.
Faktor pemicu lainnya sering terjadi pada perempuan terjadinya perubahan hormon, terutama saat menstruasi, ovulasi dan kehamilan.
dr. Irawati Hawari, SpS, Dokter Saraf, RS Permata Cibubur menjelaskan serangan migrain dengan rasa nyeri mengganggu dapat berlangsung selama beberapa jam atau beberapa hari.
"Berbagai gejala dapat timbul dan dirasakan akibat migrain adalah mual, muntah, hipersensitif terhadap kebisingan (phonohobia), dan hipersensitif terhadap cahaya (photophobia)," ujarnya. Sebagian penderita juga dapat mengalami gejala neurologi lainnya disebut sebagai aura sebelum dan selama serangan nyeri kepala.
Contoh fenomena aura melihat garis-garis zigzag (visual aura) atau kesulitan untuk berbicara (speech aura).
“Berbagai terapi atau tatalaksana untuk mengobati migrain dapat dilakukan dengan dua cara, farmakologi (menggunaan obat – obatan) dan non-farmakologis," jelas dokter Irawati.
Tatalaksana dengan farmakologis dibagi atas dua kategori; terapi abortif atau akut guna mengurangi atau menghentikan serangan sedang terjadi dan terapi profilaksis atau preventif dengan tujuan mengurangi risiko berulangnya serangan, serta mengurangi abnormalitas (disability).
Sementara tatalaksana secara non-farmakologis dapat dilakukan dengan mengubah gaya hidup dan melakukan intervensi medis secara khusus jika diperlukan, misalnya transcutaneous electrical stimulation.
Guna mencegah terjadinya migrain, setiap orang perlu memperhatikan beberapa faktor dengan melakukan manajemen stress menggunakan teknik relaksasi atau yoga, menghindari konsumsi makanan dan minuman dapat memicu migrain, memastikan pola makan teratur, menurunkan berat badan jika overweight/obese, dan mengatur pola tidur teratur dengan durasi cukup.
"Secara keseluruhan, mengubah pola hidup secara berkesinambungan merupakan kunci utama untuk pencegahan migrain," tukasnya. (Avia)
Baca juga: Migrain Bukanlah Sakit Kepala
Bagikan
Yudi Anugrah Nugroho
Berita Terkait
Pengecekan Kesehatan Cepat kini Tersedia di Stasiun MRT Jakarta Dukuh Atas
Bisa Ditiru nih Ladies, Cara Davina Karamoy Hindari Anemia tanpa Ribet
The Everyday Escape, 15 Menit Bergerak untuk Tingkatkan Suasana Hati
DPR Kritik BPJS Kesehatan Nonaktifkan 50.000 Warga Pamekasan, Tegaskan Hak Kesehatan tak Boleh Disandera
[HOAKS atau FAKTA]: Terlalu Sering Makan Mi Instan Bisa Bikin Usus Tersumbat
Smart Posyandu Difokuskan untuk Kesehatan Jiwa Ibu setelah Melahirkan
Pemerintah Bakal Hapus Tunggakan BPJS Kesehatan Warga
Waspadai Tanda-Tanda Mata Minus pada Anak
Strategi Sehat Kontrol Kolesterol, Kunci Sederhana Hidup Berkualitas
Peredaran Rokok Ilegal Dinilai Mengganggu, Rugikan Negara hingga Merusak Kesehatan