Aerobik Bisa Kurangi Risiko Pneumonia
Vaksin memang bekerja baik, tetapi juga harus dibarengi olahraga. (Foto: freepikfreepik)
APA jadinya jika paru-paru berisi nanah? Tidak hanya sulit bernapas, tetapi juga pastinya menyakitkan. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), pada 2021 terdapat 41,309 kematian akibat pneumonia di Amerika Serikat. Tak bisa dibayangkan berapa banyak jika kematian akibat pneumonia di seluruh dunia dijumlahkan.
“Influenza dan pneumonia adalah salah satu penyebab utama kematian di Amerika Serikat dan di seluruh dunia sehingga hasilnya signifikan,” kata Dr. Bryant Webber, ahli epidemiologi di Divisi Nutrisi, Fisik Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS Aktivitas, dan Obesitas.
Baca Juga:
Penyakit Legionnaire jadi Penyebab Kematian akibat Pneumonia di Argentina
Untuk menghindari penyakit ini, mengutip CNN, kamu bisa melakukan exercise aerobik untuk mengurangi kemungkinan terkena pneumonia dan influenza. Hal ini dikarenakan di dalam aktivitas aerobik, otot-otot akan semakin kuat.
Meski otot sepertinya tidak ada hubungannya dengan paru-paru, tetapi menurut British Journal of Sports Medicine, menguatkan otot ini bisa menurunkan 48 persen risiko kematian. Menurut Physical Activity Guidelines for Americans, orang dewasa harus melakukan setidaknya 150 menit aktivitas fisik aerobik sedang selama dua hari dalam seminggu.
“Pembaca mungkin lebih menganggap penting vaksinasi influenza dan pneumokokus, tapi studi ini mungkin untuk mendorong mereka berpikir bahwa aktivitas fisik dapat menjadi alat lain yang ampuh untuk melindungi diri dari kematian akibat influenza dan pneumonia,” kata Dr. Bryant.
Baca Juga:
Kata Dr. Robert Sallis, direktur persekutuan kedokteran olahraga di Kaiser Permanente Fontana Medical Center, melakukan aerobik masuk akal karena mengingat pengetahuan sudah ada, olahraga memiliki manfaat yang dapat meluas ke kondisi lain.
“Penelitian ini juga konsisten dengan berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa olahraga teratur secara dramatis menurunkan risiko kematian terkait COVID-19 dengan cara yang sama,” kata Dr. Robert melalui email.
Namun, perlu diingat bahwa ini adalah studi observasional, catat para peneliti, yang berarti bahwa studi tersebut tidak dapat membuat klaim tentang apa yang menyebabkan atau mencegah kematian - hanya faktor apa yang dikaitkan dengan tingkat risiko kematian. (kmp)
Baca Juga:
l
Bagikan
Berita Terkait
Cak Imin Imbau Penunggak Iuran BPJS Kesehatan Daftar Ulang Biar Bisa Diputihkan
23 Juta Tunggakan Peserta BPJS Kesehatan Dihapuskan, Ini Syarat Penerimanya
Trik Dokter Jaga Imun: Vitamin, Hidrasi & Tidur Lawan Penyakit Cuaca Ekstrem
Kejar Target, Cek Kesehatan Gratis Bakal Datangi Kantor dan Komunitas
Pengecekan Kesehatan Cepat kini Tersedia di Stasiun MRT Jakarta Dukuh Atas
Bisa Ditiru nih Ladies, Cara Davina Karamoy Hindari Anemia tanpa Ribet
The Everyday Escape, 15 Menit Bergerak untuk Tingkatkan Suasana Hati
DPR Kritik BPJS Kesehatan Nonaktifkan 50.000 Warga Pamekasan, Tegaskan Hak Kesehatan tak Boleh Disandera
[HOAKS atau FAKTA]: Terlalu Sering Makan Mi Instan Bisa Bikin Usus Tersumbat
Smart Posyandu Difokuskan untuk Kesehatan Jiwa Ibu setelah Melahirkan