Ada Potensi Pelanggaran HAM, Koopssus TNI Dikritik Komisioner HAM


Komisioner Komnas HAM Choirul Anam (Foto: antaranews)
MerahPutih.Com - Pembentukan Komando Operasi Khusus (Koopssus) TNI tidak selamanya mendapat sambutan positif dari sejumlah kalangan masyarakat. Malah, belakangan muncul kritik dari para pegiat masyarakat madani terhadap pasukan gabungan tiga matra TNI tersebut.
Salah satu kritik terhadap Koopssus TNI datang dari lembaga Komnas HAM. Menurut komisioner Komnas HAM Choirul Anam, pembentukan Koopssus dalam menangani terorisme sebetulnya tidak perlu.
Baca Juga: KontraS Kritik Pelibatan Koopssus TNI dalam Pemberantasan Terorisme
Lebih lanjut, ia mengatakan Presiden Jokowi agar tidak menandatangani draf perpres tentang tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme.
"Kami berharap presiden tidak menandatangani (draf) perpres tersebut dan mengevaluasi kembali fungsi dan tugas pokok Koopssus. Ini kan sudah lama kami minta tidak melampaui batas, ternyata cuma ganti nama dari Koopssusgab menjadi Koopssus saja," kata Choirul kepada wartawan di Jakarta Selatan, Kamis (8/7).
Ia mengatakan perpres itu mengatur ruang lingkup terlalu luas meliputi tugas penangkapan, penindakan, dan pemulihan yang dalam perspektif hukum dapat dimaknai sebagai sebagai tindakan intelijen, penyelidikan, penyidikan, bahkan sampai dengan tindakan pemulihan.

Tindakan penangkalan atau pencegahan radikalisme dikhawatirkan dapat melampaui kewenangan dan tugas pokok TNI sendiri serta berpotensi berbenturan dengan instansi lain seperti BNPT.
"Itu kerjaan polisi dan aktor-aktor lain yang memang punya kemampuan untuk menangkal radikalisme. Lebih penting guru daripada TNI dalam konteks pencegahan radikalisme," kata Choirul.
Choirul menilai perpres itu seharusnya mengatur secara rinci di situasi apa misalnya TNI baru dilibatkan dalam penanganan terorisme. Pada draf pasal 9 ayat 2 perpres tersebut, penindakan mengatasi aksi terorisme dilaksanakan dengan menggunakan strategi, taktik, dan teknik militer sesuai dengan doktrin TNI.
Hal itu dinilai berpotensi melanggar HAM karena militer dalam doktrinnya adalah alat perang untuk menghancurkan musuh, bukan penindakan dan dilanjutkan pada proses hukum pengadilan.
Sementara kalau kepolisian ada mekanisme praperadilan bila keberatan dengan penangkapan.
Menurutnya, dalam draft Perpres yang didapatkan Komnas HAM, Koopsus dianggap diberikan kewenangan yang melampaui batas negara. Dikhawatirkan berpotensi untuk menciptakan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.
"Salah satu yang paling terasa adalah ketidakjelasan skalanya di mana. Kedua, masuk dalam semua ruang, mulai pencegahan, sampai penegakan, penindakan dan sampai ngomong pemulihan, itu tidak boleh," tegasnya.
Postur undang-undang negara, lanjut Choirul Anam, ditetapkan bahwa pemulihan dalam kasus terorisme bahkan tidak berada di kepolisian, melainkan di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Selain itu, perihal eksekusi teknis dan pencegahan ada di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan penindakan ada di kepolisian.
"Perpres ini bertentangan dengan undang-undang pokoknya, jadi memang kami berharap Presiden Jokowi tidak menandatangani, dan kami meminta untuk mengevaluasi kembali fungsi dan tugas di Koopsus. Jadi tidak boleh melampaui batas," ujar Choirul.
Baca Juga: Pengamat: Koopssus TNI Mengutamakan Kekuatan Pukul Mematikan
Sebagai informasi, pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia, telah membentuk Koopsus dari matra darat, laut dan udara yang tugasnya adalah menjadi pencegah, penindak dan pemulihan aksi terorisme.
Komnas HAM mengkhawatirkan tugas Koopssus tersebut nantinya dapat menimbulkan potensi pelanggaran hak asasi manusia.
"Orang bisa ditangkap oleh TNI, orang bisa dituduh dan sebagainya. Alat ukurnya apa? Ya enggak bisa diukur apa, kalau polisi kita punya prapradilan dan sebagainya, mekanismenya ada. Kalau tentara? Kecuali undang-undang Pengadilan Militernya kita ubah," tutup Choirul Anam.(Knu)
Baca Juga: Anggota Komisi I DPR: Koopssus TNI Angin Segar Bagi Pemberantasan Terorisme
Bagikan
Berita Terkait
Apa Itu Makar? Ini Penjelasan dan Sejarahnya di Dunia

785 Korban Terorisme Telah Terima Kompensasi Dari Negara, Tertinggi Rp 250 Juta

ASN Kemenag Jadi Tersangka NII, Wamenag Minta Densus 88 Tidak Gegabah Beri Label Teroris

Oknum ASN Ditangkap karena Terlibat Terorisme, Pengamat: Kemenag ‘Lalai’ dalam Tangkal Ideologi Radikal

Oknum ASN Ditangkap karena Terlibat Terorisme, Kementerian Agama janji Berikan Hukuman Berat

ASN Kemenag dan Dinas Pariwisata Aceh Ditangkap Densus 88 Antiteror Polri

Komnas HAM Minta Polda Buka Ruang Peninjauan Kembali Kasus Kematian Diplomat Arya

Terungkap, Penghubung Teroris dengan Penyedia Dana dan Logistik Selama Ini Bersembunyi di Bogor

BNPT Beberkan 4 Sistem Deteksi Dini Cegah Terorisme di 2026

Pemerintah Bakal Coret Penerima Bansos yang Terbukti Terlibat Pendanaan Terorisme Hingga Tipikor
