Headline

Ada Potensi Pelanggaran HAM, Koopssus TNI Dikritik Komisioner HAM

Eddy FloEddy Flo - Kamis, 08 Agustus 2019
  Ada Potensi Pelanggaran HAM, Koopssus TNI Dikritik Komisioner HAM

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam (Foto: antaranews)

Ukuran:
14
Audio:

MerahPutih.Com - Pembentukan Komando Operasi Khusus (Koopssus) TNI tidak selamanya mendapat sambutan positif dari sejumlah kalangan masyarakat. Malah, belakangan muncul kritik dari para pegiat masyarakat madani terhadap pasukan gabungan tiga matra TNI tersebut.

Salah satu kritik terhadap Koopssus TNI datang dari lembaga Komnas HAM. Menurut komisioner Komnas HAM Choirul Anam, pembentukan Koopssus dalam menangani terorisme sebetulnya tidak perlu.

Baca Juga: KontraS Kritik Pelibatan Koopssus TNI dalam Pemberantasan Terorisme

Lebih lanjut, ia mengatakan Presiden Jokowi agar tidak menandatangani draf perpres tentang tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme.

"Kami berharap presiden tidak menandatangani (draf) perpres tersebut dan mengevaluasi kembali fungsi dan tugas pokok Koopssus. Ini kan sudah lama kami minta tidak melampaui batas, ternyata cuma ganti nama dari Koopssusgab menjadi Koopssus saja," kata Choirul kepada wartawan di Jakarta Selatan, Kamis (8/7).

Ia mengatakan perpres itu mengatur ruang lingkup terlalu luas meliputi tugas penangkapan, penindakan, dan pemulihan yang dalam perspektif hukum dapat dimaknai sebagai sebagai tindakan intelijen, penyelidikan, penyidikan, bahkan sampai dengan tindakan pemulihan.

Choirul Anam
Choirul Anam kritik pembentukan Koopssus TNI (Foto: komnasham.go.id)

Tindakan penangkalan atau pencegahan radikalisme dikhawatirkan dapat melampaui kewenangan dan tugas pokok TNI sendiri serta berpotensi berbenturan dengan instansi lain seperti BNPT.

"Itu kerjaan polisi dan aktor-aktor lain yang memang punya kemampuan untuk menangkal radikalisme. Lebih penting guru daripada TNI dalam konteks pencegahan radikalisme," kata Choirul.

Choirul menilai perpres itu seharusnya mengatur secara rinci di situasi apa misalnya TNI baru dilibatkan dalam penanganan terorisme. Pada draf pasal 9 ayat 2 perpres tersebut, penindakan mengatasi aksi terorisme dilaksanakan dengan menggunakan strategi, taktik, dan teknik militer sesuai dengan doktrin TNI.

Hal itu dinilai berpotensi melanggar HAM karena militer dalam doktrinnya adalah alat perang untuk menghancurkan musuh, bukan penindakan dan dilanjutkan pada proses hukum pengadilan.

Sementara kalau kepolisian ada mekanisme praperadilan bila keberatan dengan penangkapan.

Menurutnya, dalam draft Perpres yang didapatkan Komnas HAM, Koopsus dianggap diberikan kewenangan yang melampaui batas negara. Dikhawatirkan berpotensi untuk menciptakan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.

"Salah satu yang paling terasa adalah ketidakjelasan skalanya di mana. Kedua, masuk dalam semua ruang, mulai pencegahan, sampai penegakan, penindakan dan sampai ngomong pemulihan, itu tidak boleh," tegasnya.

Postur undang-undang negara, lanjut Choirul Anam, ditetapkan bahwa pemulihan dalam kasus terorisme bahkan tidak berada di kepolisian, melainkan di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Selain itu, perihal eksekusi teknis dan pencegahan ada di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan penindakan ada di kepolisian.

"Perpres ini bertentangan dengan undang-undang pokoknya, jadi memang kami berharap Presiden Jokowi tidak menandatangani, dan kami meminta untuk mengevaluasi kembali fungsi dan tugas di Koopsus. Jadi tidak boleh melampaui batas," ujar Choirul.

Baca Juga: Pengamat: Koopssus TNI Mengutamakan Kekuatan Pukul Mematikan

Sebagai informasi, pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia, telah membentuk Koopsus dari matra darat, laut dan udara yang tugasnya adalah menjadi pencegah, penindak dan pemulihan aksi terorisme.

Komnas HAM mengkhawatirkan tugas Koopssus tersebut nantinya dapat menimbulkan potensi pelanggaran hak asasi manusia.

"Orang bisa ditangkap oleh TNI, orang bisa dituduh dan sebagainya. Alat ukurnya apa? Ya enggak bisa diukur apa, kalau polisi kita punya prapradilan dan sebagainya, mekanismenya ada. Kalau tentara? Kecuali undang-undang Pengadilan Militernya kita ubah," tutup Choirul Anam.(Knu)

Baca Juga: Anggota Komisi I DPR: Koopssus TNI Angin Segar Bagi Pemberantasan Terorisme

#Komnas HAM #Komando Operasi Khusus #Terorisme #BNPT
Bagikan
Ditulis Oleh

Eddy Flo

Simple, logic, traveler wanna be, LFC and proud to be Indonesian

Berita Terkait

Lifestyle
Apa Itu Makar? Ini Penjelasan dan Sejarahnya di Dunia
Isu makar kembali menjadi sorotan publik setelah Presiden RI Prabowo Subianto menyebut adanya indikasi tindakan hal tersebut dan terorisme
ImanK - Senin, 01 September 2025
Apa Itu Makar? Ini Penjelasan dan Sejarahnya di Dunia
Indonesia
785 Korban Terorisme Telah Terima Kompensasi Dari Negara, Tertinggi Rp 250 Juta
Pada tahun 2025, jumlah korban yang masih aktif dalam layanan LPSK tercatat sebanyak 30 terlindung per Agustus,
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 21 Agustus 2025
785 Korban Terorisme Telah Terima Kompensasi Dari Negara, Tertinggi Rp 250 Juta
Indonesia
ASN Kemenag Jadi Tersangka NII, Wamenag Minta Densus 88 Tidak Gegabah Beri Label Teroris
Densus 88 saat ini menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan keras (hard approach) dan pendekatan lunak (soft approach)
Angga Yudha Pratama - Jumat, 08 Agustus 2025
ASN Kemenag Jadi Tersangka NII, Wamenag Minta Densus 88 Tidak Gegabah Beri Label Teroris
Indonesia
Oknum ASN Ditangkap karena Terlibat Terorisme, Pengamat: Kemenag ‘Lalai’ dalam Tangkal Ideologi Radikal
Seorang pegawai Kementerian Agama ditangkap Densus 88 atas dugaan keterlibatan jaringan terorisme.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 07 Agustus 2025
Oknum ASN Ditangkap karena Terlibat Terorisme, Pengamat: Kemenag ‘Lalai’ dalam Tangkal Ideologi Radikal
Indonesia
Oknum ASN Ditangkap karena Terlibat Terorisme, Kementerian Agama janji Berikan Hukuman Berat
Memastikan kementeriannya mendukung langkah Densus 88 menangkap ASN yang diduga terlibat terorisme.
Dwi Astarini - Rabu, 06 Agustus 2025
Oknum ASN Ditangkap karena Terlibat Terorisme, Kementerian Agama janji Berikan Hukuman Berat
Indonesia
ASN Kemenag dan Dinas Pariwisata Aceh Ditangkap Densus 88 Antiteror Polri
MZ ditangkap di sebuah warung kopi di Kota Banda Aceh, sedangkan ZA, ditangkap di sebuah tempat penjualan mobil bekas di kawasan Batoh, Kota Banda Aceh.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 05 Agustus 2025
ASN Kemenag dan Dinas Pariwisata Aceh Ditangkap Densus 88 Antiteror Polri
Indonesia
Komnas HAM Minta Polda Buka Ruang Peninjauan Kembali Kasus Kematian Diplomat Arya
Polisi menyimpulkan bahwa Arya Daru meninggal dunia bukan karena pembunuhan atau tindak pidana lain
Wisnu Cipto - Kamis, 31 Juli 2025
Komnas HAM Minta Polda Buka Ruang Peninjauan Kembali Kasus Kematian Diplomat Arya
Indonesia
Terungkap, Penghubung Teroris dengan Penyedia Dana dan Logistik Selama Ini Bersembunyi di Bogor
Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap terduga pelaku terorisme berinisial Y di wilayah Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Frengky Aruan - Senin, 21 Juli 2025
Terungkap, Penghubung Teroris dengan Penyedia Dana dan Logistik Selama Ini Bersembunyi di Bogor
Indonesia
BNPT Beberkan 4 Sistem Deteksi Dini Cegah Terorisme di 2026
BNPT juga menekankan perannya dalam mewujudkan keamanan nasional yang esensial bagi Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2026
Angga Yudha Pratama - Rabu, 16 Juli 2025
BNPT Beberkan 4 Sistem Deteksi Dini Cegah Terorisme di 2026
Indonesia
Pemerintah Bakal Coret Penerima Bansos yang Terbukti Terlibat Pendanaan Terorisme Hingga Tipikor
Presiden Prabowo Subianto sendiri telah menekankan pentingnya kerapian data agar program pemerintah menjangkau pihak yang benar-benar membutuhkan
Angga Yudha Pratama - Sabtu, 12 Juli 2025
Pemerintah Bakal Coret Penerima Bansos yang Terbukti Terlibat Pendanaan Terorisme Hingga Tipikor
Bagikan