Ada Kelompok yang Tidak Nyaman Kasus e-KTP Dibongkar
Sidang e-KTP dengan pejabat Kemenkeu Sambas Maulana di Pengadilan Tipikor Jakarta. (MP/Ponco Sulaksono)
Mantan komisioner Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) Petrus Selestinus mengatakan kejadian yang menimpa penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan sebagai cermin bahwa kelompok anti pemberantasan korupsi masih kuat di negeri ini.
Petrus menilai, ada pola yang sama terhadap teror yang kesekian kalinya menimpa Novel. Menurutnya, hal tersebut selalu muncul pada saat KPK sedang mengusut kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan sejumlah nama beken di republik ini.
"Ini berarti kekuatan kelompok anti pemberantasan korupsi itu masih menunjukkan taringnya," ujar Petrus, usai diskusi "Mencermati Upaya KPK dalam Menangani Kasus e-KTP" di Diskaz Cafe, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (11/4).
Petrus menerangkan bahwa pada 2011 silam, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin sudah membuka kasus e-KTP. Nazaruddin, lanjutnya, mengungkap dalam proyek e-KTP telah terjadi korupsi yang melibatkan banyak pihak.
"Dia sebut nama Setnov, dia sebut nama Anas, dia sebut banyak nama di situ tetapi waktu itu tidak ada yang mengambil langkah hukum. KPK juga tidak ada, kejaksaan juga begitu, kepolisian juga," terang Petrus.
Petrus menilai, setelah dua tahun kepemimpinan Presiden Jokowi dan kasus ini masuk ke meja hijau, ada kelompok yang merasa tidak nyaman jika kasus e-KTP ini dibongkar.
"Ketidaknyamanan itu kini dialami oleh Novel Baswedan, berupa teror dengan cara menyiramkan air keras ke wajah Novel Baswedan," katanya.
"Jadi yang diperlukan sekarang ini dukungan masyarakat terhadap KPK dan pimpinannya. Supaya mereka ini bekerja tanpa ada hambatan untuk mengungkap kasus-kasus besar, yang selama ini mandek di KPK, termasuk kasus e-KTP," tukasnya.
Petrus berharap, bila pihak kepolisian telah berhasil menangkap pelaku penyiraman air keras terhadap Novel, untuk tidak dikenakan pasal kriminal murni saja. Petrus meminta pelaku tersebut juga harus dikenakan pasal tindak pidana korupsi.
"Ini adalah peristiwa tindak pidana korupsi yang berupa menghalangi, merintangi, mau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung. Supaya melemahkan pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh Novel dan kawan-kawan. Tidak hanya terhadap kasus e-KTP, tapi kasus-kasus besar lainnya," pungkas Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia ini. (Pon)
Baca juga berita lain tentang penyerangan terhadap Novel Baswedan di: Polisi Cari CCTV Yang Merekam Penyiram Novel Baswedan
Bagikan
Berita Terkait
KPK Ingatkan Langkah Yang Perlu Ditempuh Pemda DKI Gunakann Tanah Bekas RS Sumber Waras
Whoosh Dibidik KPK Sejak Awal 2025, Nama-Nama Saksi Masih Ditelaah
KPK Pelajari Putusan DKPP Usut Pengadaan Pesawat Jet Pribadi KPU RI
Soal Dugaan Korupsi Proyek Whoosh, PDIP: Kita Dukung KPK, Diperiksa Saja
Terungkap, Oknum Wartawan Mengaku Bisa Amankan Kasus Pemerasan TKA di KPK Ternyata Pemain Lama
Ekonom Desak Transparansi Tender Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, KPK Diminta Segera Turun Tangan
Cegah Penyimpangan, Kemenhaj Ajak KPK dan Kejagung Kawal Layanan Haji 2026
Peluang Luhut Dipanggil Terkait Dugaan Korupsi Proyek Whoosh, Begini Jawaban KPK
Terkait Kasus Dugaan Korupsi Kereta Cepat Whoosh, Jokowi: Prinsip Dasar Transportasi Bukan Mencari Laba
KPK Selidiki Proyek Kereta Cepat Whoosh, KCIC: Kami Hormati Proses Hukum