5 Gejala COVID-19 yang Butuh Waktu Penyembuhan Lebih Lama


Waspada gejala jangka panjang pasca COVID-19. (Foto: pexels Andrea Piacquadio)
HATI-hati, gejala COVID-19 yang tidak menyenangkan bisa bertahan lama di tubuh. SARS-CoV-2 dapat menimbulkan sejumlah gejala yang membutuhkan waktu lama untuk pulih, hingga meninggalkan komplikasi.
Melansir laman Times of India, ada lima gejala COVID-19 yang paling sulit ditangani pasien. Para ilmuwan mengatakan sebagian besar gejala ini mulai muncul pada minggu-minggu pertama pemulihan. Ini merupakan tanda bahwa perawatan pasca COVID-19 mungkin diperlukan.
Baca juga:
Berikut gejala yang perlu diperhatikan oleh seluruh pasien COVID-19.
1. Kelelahan kronis

Tingkat keparahan dan durasi kelelahan pasien dapat menentukan risiko COVID-19 jangka panjang. Menurut studi The Lancet, hampir 63 persen pasien melaporkan menderita kelelahan, kelemahan, dan nyeri otot selama hampir enam bulan setelah gejala pertama mulai muncul.
Kelelahan yang dapat disebabkan oleh berbagai gejala, termasuk demam tinggi, infeksi saluran cerna, dan stres akibat infeksi juga dapat mempersulit seseorang untuk kembali normal.
2. Kelemahan otot dan peradangan

Mialgia atau nyeri otot merupakan salah satu gejala yang bahkan dapat dialami oleh pasien sehat.
Ketika virus mulai menyerang jaringan di seluruh tubuh, ini akan menyebabkan peradangan hingga terasa nyeri dan lemah. Ini mengapa sakit punggung dan nyeri sendi saat menderita COVID-19 dianggap sangat serius.
3. Kesulitan tidur

Pemulihan dari COVID-19 bisa jadi hal yang sulit. Selain itu, ketika yang dibutuhkan tubuh hanyalah istirahat, mencoba tidur yang cukup pun akan terasa berat.
Ini adalah gejala lain yang sulit dihadapi oleh pasien pasca COVID-19. Peneliti merasa bahwa kesulitan tidur bisa menghambat pemulihan. Masalah tidur juga bisa disebabkan oleh fisik dan penyakit mental.
Baca juga:
4. Depresi

Menurut sebuah penelitian dari Italia pada Juli 2020, perempuan yang telah pulih dari COVID-19 cenderung memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan kesehatan mental daripada pria.
Pengidap long haulers COVID-19 juga dapat menderita masalah depresi, Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), kehilangan memori, dan gangguan mood.
Pasca COVID-19, klinik perawatan melihat pola orang yang datang dengan masalah ini. Banyak yang mengatakan bahwa setiap pasien diskrining untuk penyakit dan masalah selama tahap pemulihan.
5. Kecemasan

Menurut studi Lancet, setidaknya 15 persen pasien melaporkan perasaan cemas dan depresi setelah timbulnya gejala COVID-19.
Sementara itu, banyak ahli mengatakan bahwa isolasi yang diberlakukan dapat memicu kecemasan. Bahkan, hasilnya bisa jauh lebih buruk bagi mereka yang telah pulih dari virus ini.
Ketakutan, ketidakmampuan melakukan tugas-tugas normal, dan penyakit fisik, dapat menguras kesehatan mental pasien. Oleh karena itu, penting bagi seseorang untuk mencari dukungan, bantuan, dan memberi tubuh waktu yang dibutuhkan untuk sembuh dengan benar. (scp)
Baca juga:
Sejumlah Negara Pakai Eventbrite untuk Jadwalkan Vaksin COVID-19, Apa Itu?
Bagikan
Berita Terkait
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak

Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa
