Yusril Patahkan Argumentasi Ratusan Guru Besar Soal Legalitas Hak Angket
Senin, 10 Juli 2017 -
Pakar Hukum Tata Negara , Yusril Ihza Mahendra mematahkan argumentasi ratusan guru besar atau profesor yang tergabung dalam Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) terkait keabsahan hak angket yang digulirkan DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK).
Seperti diketahui, 132 Guru Besar dari berbagai universitas negeri, maupun swasta yang tergabung dalam Asosiasi APHTN-HAN itu menilai penggunaan hak angket tersebut cacat hukum dan inkonstitusional.
"Saya sampaikan Profesor dan Guru Besar diangkat melalui bidangnya masing-masing, saya kalau ditanya hukum pertanahan itu bukan bidang saya, kalau sekian ratus profesor kompetisinya mikrobiologi atau masalah lain tidak perlu kita hiraukan karena bicara diluar kompetensinya," ujar Yusril dalam RDPU dengan pansus angket KPK di Gedung Nusantara DPR, Jakarta, Senin (10/7).
Menurut mantan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini, hak angket yang saat ini digulirkan oleh DPR terhadap KPK sesuai dengan konstitusi yang berlaku, yakni pasal 79 ayat 3 Undang-Undang MD3.
Dalam pasal tersebut dijelaskan, DPR memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang dan kebijakan pemerintah.
"Secara hukum tata negara karena KPK dibentuk oleh undang-undang, maka untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang itu DPR dapat melakukan angket terhadap KPK," jelasnya.
Kemudian, Yusril menerangkan mengenai posisi KPK dalam sistem hukum tata negara. Menurutnya, dalam Trias Politica KPK masuk kategori badan eksekutif.
Yusril menilai, KPK tidak bisa dikategorikan ke dalam badan yudikatif. Pasalnya, KPK bukan badan pengadilan yang bisa mengadili dan memutus perkara.
Lebih lanjut Yusril menambahkan, bahwa KPK juga bukam termasuk badan legislatif, karena tidak memproduk peraturan dan undang-undang.
"Ketiga badan eksekutif. Apakah KPK masuk? jawab saya iya. Tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan itu tugas eksekutif," tegasnya.
Sebelumnya, Ketua DPP APHTN-HAN Mahfud MD menyebut penggunaan hak angket tersebut cacat hukum dan inkonstitusional.
"Hak angket yang digulirkan anggota DPR RI untuk menyelidiki KPK, maka terdapat dua permasalahan yang membuat hak angket ini ilegal atau cacat," kata Mahfud dalam konferensi pers usai menyerahkan hasil kajian ke KPK, Rabu (14/6).
Kecacatan menurutnya, yakni perihal objek dan subjek yang diselidiki dalam penggunaan angket. Menurut Mahfud, sejumlah hal yang menjadi subjek dan objek diajukannya angket KPK sudah jauh dari ketentuan yang ada.
Berdasarkan Pasal 79 ayat 3 UU MD3 yang membahas hak angket, jelas disebutkan bila hak tersebut digunakan untuk penyelidikan terhadap pelaksaan undang-undang dan kebijakan lembaga pemerintah atau eksekutif.
"Sedangkan KPK itu adalah lembaga hukum," ujar Mahfud.(Pon)