Yusril Patahkan Argumentasi Ratusan Guru Besar Soal Legalitas Hak Angket
Yusril Ihza Mahendra di Jakarta, Senin (18/5). (Foto: MerahPutih/Venansius Fortunatus)
Pakar Hukum Tata Negara , Yusril Ihza Mahendra mematahkan argumentasi ratusan guru besar atau profesor yang tergabung dalam Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) terkait keabsahan hak angket yang digulirkan DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK).
Seperti diketahui, 132 Guru Besar dari berbagai universitas negeri, maupun swasta yang tergabung dalam Asosiasi APHTN-HAN itu menilai penggunaan hak angket tersebut cacat hukum dan inkonstitusional.
"Saya sampaikan Profesor dan Guru Besar diangkat melalui bidangnya masing-masing, saya kalau ditanya hukum pertanahan itu bukan bidang saya, kalau sekian ratus profesor kompetisinya mikrobiologi atau masalah lain tidak perlu kita hiraukan karena bicara diluar kompetensinya," ujar Yusril dalam RDPU dengan pansus angket KPK di Gedung Nusantara DPR, Jakarta, Senin (10/7).
Menurut mantan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini, hak angket yang saat ini digulirkan oleh DPR terhadap KPK sesuai dengan konstitusi yang berlaku, yakni pasal 79 ayat 3 Undang-Undang MD3.
Dalam pasal tersebut dijelaskan, DPR memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang dan kebijakan pemerintah.
"Secara hukum tata negara karena KPK dibentuk oleh undang-undang, maka untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang itu DPR dapat melakukan angket terhadap KPK," jelasnya.
Kemudian, Yusril menerangkan mengenai posisi KPK dalam sistem hukum tata negara. Menurutnya, dalam Trias Politica KPK masuk kategori badan eksekutif.
Yusril menilai, KPK tidak bisa dikategorikan ke dalam badan yudikatif. Pasalnya, KPK bukan badan pengadilan yang bisa mengadili dan memutus perkara.
Lebih lanjut Yusril menambahkan, bahwa KPK juga bukam termasuk badan legislatif, karena tidak memproduk peraturan dan undang-undang.
"Ketiga badan eksekutif. Apakah KPK masuk? jawab saya iya. Tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan itu tugas eksekutif," tegasnya.
Sebelumnya, Ketua DPP APHTN-HAN Mahfud MD menyebut penggunaan hak angket tersebut cacat hukum dan inkonstitusional.
"Hak angket yang digulirkan anggota DPR RI untuk menyelidiki KPK, maka terdapat dua permasalahan yang membuat hak angket ini ilegal atau cacat," kata Mahfud dalam konferensi pers usai menyerahkan hasil kajian ke KPK, Rabu (14/6).
Kecacatan menurutnya, yakni perihal objek dan subjek yang diselidiki dalam penggunaan angket. Menurut Mahfud, sejumlah hal yang menjadi subjek dan objek diajukannya angket KPK sudah jauh dari ketentuan yang ada.
Berdasarkan Pasal 79 ayat 3 UU MD3 yang membahas hak angket, jelas disebutkan bila hak tersebut digunakan untuk penyelidikan terhadap pelaksaan undang-undang dan kebijakan lembaga pemerintah atau eksekutif.
"Sedangkan KPK itu adalah lembaga hukum," ujar Mahfud.(Pon)
Bagikan
Berita Terkait
Kuota Haji 2026 Akhirnya Ditetapkan 221.000 Jemaah, Negara Wajib Beri Pelayanan Terbaik Bukan Cuma Janji Manis
DPR INgatkan Revisi UU ASN Harus Komprehensif, Bukan Cuma Soal Pengawas Tapi Juga Kepastian Status Honorer
Usulan PPPK Diangkat Jadi PNS Dapat Dukungan dari DPR: Demi Kesejahteraan dan Karier yang Pasti
KPK Ingatkan Langkah Yang Perlu Ditempuh Pemda DKI Gunakann Tanah Bekas RS Sumber Waras
Whoosh Dibidik KPK Sejak Awal 2025, Nama-Nama Saksi Masih Ditelaah
KPK Pelajari Putusan DKPP Usut Pengadaan Pesawat Jet Pribadi KPU RI
Soal Dugaan Korupsi Proyek Whoosh, PDIP: Kita Dukung KPK, Diperiksa Saja
Terungkap, Oknum Wartawan Mengaku Bisa Amankan Kasus Pemerasan TKA di KPK Ternyata Pemain Lama
Ekonom Desak Transparansi Tender Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, KPK Diminta Segera Turun Tangan
Cegah Penyimpangan, Kemenhaj Ajak KPK dan Kejagung Kawal Layanan Haji 2026