Wasting dan Stunting jadi Ancaman bagi Terwujudnya Generasi Emas Indonesia

Selasa, 31 Oktober 2023 - Ikhsan Aryo Digdo

STUNTING lebih dari sekadar perawakan pendek. Penelitian menunjukkan bahwa seorang anak mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan lebih rendah, performa di sekolah yang menurun, kemampuan fisik lebih rendah, dan lebih mudah untuk jatuh sakit.

Pada jangka panjang dan level Nasional, hal ini akan berakibat pada menurunnya kemampuan ekonomi negara. Wasting, atau lebih kita kenal sebagai gizi kurang hingga gizi buruk, menandakan kurangnya asupan nutrisi yang bersifat akut.

"Pada jangka panjang perkembangan otak yang terganggu ini akan mengakibatkan menurunnya kecerdasan seorang anak dan menurunnya kualitas hidup saat dewasa nanti," ujar Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K) dalam siaran pers yang diterima merahputih.com.

Langkah pencegahan terjadinya kondisi malnutrisi menjadi sangat penting untuk menyelamatkan anak Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sudah mengeluarkan program 1000 hari pertama kehidupan (HPK).

"(HPK) yaitu upaya untuk menjaga kesehatan dan gizi seorang anak sejak dalam kandungan sampai berusia dua tahun, karena periode ini merupakan periode paling penting dan krusial dalam perkembangan seorang anak hingga dewasa," kata Rini.

Stunting lebih dari sekadar perawakan pendek. (Foto: Unsplash/Tanaphong Toochinda)

Upaya yang dilakukan untuk mencegah malnutrisi pada 1000 HPK di antaranya adalah inisiasi menyusui dini setelah bayi lahir, pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan, lengkapi imunisasi, dan yang sering menjadi periode kritis adalah pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) sejak usia 6 bulan.

Seringkali seorang anak belum akan mengalami kondisi wasting atau stunting pada usia 6 bulan pertama kehidupan karena kebutuhan nutrisinya masih mudah dipenuhi dengan pemberian ASI. Akan tetapi, pada usia 6 bulan saat anak mulai dikenalkan dengan MPASI, seringkali kenaikan berat badan dan tinggi badan seorang anak menjadi tidak optimal.

WHO sudah mengeluarkan edaran, bahwa MPASI yang baik adalah 1) diberikan pada waktu yang tepat, yaitu saat bayi berusia 6 bulan atau sebelum itu bila kebutuhan nutrisi sudah tidak dapat dipenuhi dengan ASI; 2) jumlah yang cukup, yaitu mencukupi kebutuhan kalori, zat gizi makro dan mikro bayi; 3) aman, yaitu proses pembuatannya higienis dan diberikan menggunakan tangan dan peralatan yang bersih; 4) sesuai, baik teksturnya yang sesuai dengan kemampuan usia bayi, diberikan sesuai keinginan lapar dan kenyang bayi, serta diberikan dalam frekuensi yang benar.

Baiknya sejak pemberian MPASI, ibu sudah mulai mengenalkan anak dengan beraneka ragam makanan dan rasa. (Foto: Unsplash/Gabrielle Henderson)

Baiknya sejak pemberian MPASI, ibu sudah mulai mengenalkan anak dengan beraneka ragam makanan dan rasa, karena akan mempengaruhi selera makan anak hingga dewasa nanti.
Kandungan gizi MPASI yang baik harus mencukupi zat gizi makro dan mikro. MPASI harus memiliki kandungan karbohidrat, lemak dan protein, terutama protein hewani yang tinggi zat besi.

Banyaknya fenomena ibu yang bekerja dan sulit memastikan pembuatan MPASI yang baik, membuat MPASI fortifikasi dapat menjadi pilihan dalam memenuhi kebutuhan gizi bayi. Salah satu keunggulan MPASI fortifikasi adalah memiliki kandungan vitamin dan mineral terutama besi yang sudah mencukupi kebutuhan bayi, sehingga orang tua tidak perlu repot menghitung kandungan vitamin dan mineral dalam MPASI buatan rumah, karena sudah terjamin dipenuhi oleh MPASI fortifikasi.

"Bagi orang tua yang memiliki keterbatasan waktu dan khawatir dalam memenuhi kebutuhan zat gizi makro dan mikro anak, MPASI fortifikasi dapat menjadi pilihan bagi si kecil," tutupnya. (ikh)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan