Wagub Kalbar Gandeng Imigrasi Buru 15 WNA China Penyerang TNI di Area Tambang Ketapang
Rabu, 17 Desember 2025 -
Merahputih.com - Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Krisantus Kurniawan, merespons keras insiden memprihatinkan yang melibatkan belasan tenaga kerja asing (TKA) di Kabupaten Ketapang.
Krisantus telah menginstruksikan Dinas Tenaga Kerja dan Kantor Imigrasi setempat untuk segera melakukan audit dan investigasi menyeluruh terhadap seluruh aktivitas pekerja asing di wilayah tersebut.
"Tidak ada pembenaran untuk tenaga kerja asing yang berbuat seenaknya saat bekerja di Indonesia, apalagi sampai melakukan penyerangan terhadap anggota TNI oleh 15 warga negara asing asal Beijing di Kabupaten Ketapang," kata Krisantus dikutip Antara, Rabu (17/12).
Baca juga:
Prajurit TNI AD Raih Emas di Cabor Menembak SEA Games 2025, Pasang Target Lolos Olimpiade 2028
Kronologi Penyerangan di Kawasan Perusahaan
Peristiwa ini meletus di area operasional PT Sultan Rafli Mandiri pada Minggu (14/12). Insiden bermula ketika empat prajurit TNI dari Batalyon Zipur 6/SD sedang memantau aktivitas drone yang dianggap mencurigakan.
Namun, saat proses pengecekan, situasi memanas ketika 11 warga negara asing lainnya datang menyusul dan melakukan serangan anarkis menggunakan senjata tajam, airsoft gun, hingga alat kejut listrik terhadap petugas.
Kapendam XII/Tanjungpura, Kolonel Inf Yusub Dody Sandra, menyatakan bahwa prajurit di lapangan telah berupaya melakukan langkah taktis guna meredam eskalasi konflik. Meski berhasil menghindari bentrokan yang lebih fatal, sejumlah aset perusahaan dilaporkan mengalami kerusakan akibat amuk massa WNA tersebut.
Audit Legalitas dan Sanksi Deportasi
Baca juga:
Duduk Perkara Belasan WNA China Serang TNI Pakai Parang di Ketapang Versi Kodam XII/Tanjungpura
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menegaskan tidak akan memberikan ruang bagi WNA yang melanggar hukum dan tidak menghormati aparat negara.
Selain menuntut proses hukum pidana, Krisantus juga mendesak pemeriksaan mendalam terhadap dokumen keimigrasian para pelaku. Jika ditemukan pelanggaran prosedur atau perilaku agresif yang mengancam stabilitas, tindakan tegas berupa pemulangan paksa akan diambil.
"Langkah hukum harus segera dilakukan agar pelaku mendapat sanksi sesuai ketentuan, sekaligus menjaga marwah dan keselamatan TNI sebagai alat negara," tuturnya.