Wacana Pemakzulan Jokowi Dianggap Hanya Imajinasi Belaka
Kamis, 18 Januari 2024 -
MerahPutih.com - Isu soal pemakzulan Presiden Joko Widodo belakangan ini muncul di publik. Wacana tersebut beberapa waktu lalu disuarakan oleh sejumlah tokoh yang tergabung dalam Petisi 100, di mana mendatangkan Menko Polhukam Mahfud MD untuk menyampaikan permintaan mengenai pemakzulan Jokowi.
Menanggapi hal ini, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Fahri Bachmid menyebutkan, secara konstitusional wacana terkait pemakzulan presiden tidak memiliki basis legal konstitusional.
Baca juga: Sekjen PDIP Anggap Isu Pemakzulan Jokowi Dipicu Faktor Sebab-Akibat
Jadi, wacana itu disebut hanya angan-angan belaka. “Secara konstitusional discourse terkait pemakzulan presiden tidak mempunyai basis legal konstitusional, sehingga bernuansa imajiner belaka," kata Fachri kepada awak media di Jakarta, Kamis (18/1).

Menurutnya, Presiden atau Wakil Presiden dapat diberhentikan masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR. Apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela hingga tidak memenuhi syarat sebagai Presiden atau Wakil Presiden.
Selain itu, usul pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR kepada MPR dengan mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat DPR, bahwa Presiden atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum.
Ketentuan terkait proses ini diajukan dengan minimal dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna. Kemudian, dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota.
"Jika MK memutuskan presiden dan atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, DPR menggelar sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden dan atau wakil presiden kepada MPR," ujar Fahri.
Setelah itu, MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR tersebut paling lambat 30 hari sejak menerima usulan dari DPR.
Keputusan MPR atas usul pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota. Lalu, disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.
Dengan catatan, Presiden dan atau Wakil Presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasannya dalam rapat paripurna MPR. Namun, hingga kini sejumlah persyaratan itu tak dipenuhi oleh Presiden Joko Widodo.
"Dengan demikian merupakan sesuatu yang sangat mustahil dari aspek kaidah hukum tata negara untuk dilakukan proses pemakzulan presiden dalam ketiadaan sangkaan yang spesifik secara hukum," tegas Fahri. (knu)
Baca juga: Jokowi Groundbreaking Berbagai Proyek di IKN Nusantara