Tolak Denda Rp5 Juta, Warga Gugat Perda COVID-19 DKI ke MA
Jumat, 18 Desember 2020 -
Merahputih.com - Warga bernama Happy Haryati Helmi menggugat Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan COVID-19 ke Mahkamah Agung (MA). Ia keberatan dengan sanksi denda sebesar Rp5 juta bagi penolak vaksinasi.
Happy menilai denda Rp5 juta bertentangan dengan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Baca Juga:
[HOAKS atau FAKTA]: IDI Tolak Disuntik Vaksin COVID-19 Pertama Kali
Perda COVID-19 DKI pun dinilainya bertentangan dengan Pasal 5 ayat (3) UU 36/09 yang memberikan hak kepada setiap orang untuk secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
"Sanksi denda Rp5 juta yang besarannya di luar dari kemampuan pemohon mengingat selain sanksi denda bagi dirinya, pemohon juga memiliki seorang suami, seorang adik dan seorang anak yang masih balita," ujar kuasa hukum pemohon, Viktor Santoso Tandiasa dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/12).
Viktor menambahkan, kliennya menyadari program vaksinasi upaya pemerintah dalam mengendalikan pandemi COVID-19. Namun, menurutnya, UU 36/09 menjamin warga menentukan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.
"Apabila kita melihat ketentuan norma a quo secara tekstual dan gramatikal, mengandung sifat yang memaksa kepada setiap warga masyarakat yang berdomisili di Jakarta karena terdapat sanksi Rp5 juta bagi yang menolak vaksin," jelasnya.

Pemohon menganggap vaksin corona tidak menjamin masyarakat bisa terhindar dari penularan COVID-19. Selain itu, Menkes Terawan Agus Putranto juga menyebut vaksinasi merupakan upaya kedua dalam penanggulangan COVID-19. Yang penting kata Menkes menjalankan protokol kesehatan.
"Ini yang menjadikan kami bertanya kenapa dalam Perda itu vaksinisasi dan pengobatan (disamakan). Ini yang menjadi pertanyaan karena itu dua hal berbeda," tuturnya.
Terlebih pemohon, juga mempertanyakan keputusan pemerintah yang mengimpor 1,2 juta vaksin Sinovac dari Tiongkok. Padahal informasi terakhir yang dia terima jika Tiongkok saja menggunakan vaksin dari Pfizer.
Baca Juga:
[Hoaks atau Fakta]: Vaksinasi COVID-19 Bikin Perempuan Mandul
"Persoalannya sekarang berita terkahir bahwa China sendiri tidak menggunakan Sinovac dan mereka mengambil dari luar Pfizer. Ini jadi pertanyaan kita dan juga Sinovac ini belum (tentu) lulus uji klinis," tambahnya.
Bahkan, PT Sinovac sendiri menyampaikan bahwa mereka belum mengetahui efektivitasnya. "Bisa dibayangkan PT itu saja belum yakin. Ini yang menjadi persoalan," tandas Viktor. (Asp)