The Fed Naikkan Suku Bunga Acuan, Ini Dampaknya pada Indonesia

Kamis, 17 Desember 2015 - Adinda Nurrizki

MerahPutih Keuangan - Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, akhirnya menaikan tingkat suku bunga acuan untuk pertama kalinya setelah satu dekade, dari 0,25 persen menjadi 0,50 persen. Hal itu disampaikan oleh ketua The Fed Janed Yellen.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Anwar Nasution menilai kenaikan suku bunga The Fed sebanyak 25 basis poin akan mempengaruhi Capital Outflow (dana keluar) lebih besar lagi.

"Sehingga menyebabkan SUN (Surat Utang Negara) tidak laku, SBI (Sertifikat Bank Indonesia) pun tak laku," ujar Anwar di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (17/12).

Alhasil lanjut Anwar, rupiah akan semakin terpuruk, harga komoditas juga semakin jeblok dan itu akan semakin menyulitkan industri perbankan dan dunia usaha juga.

"Bukan hanya itu, pemerintah juga akan kesulitan untuk membayar utang dan pemerintah harus utang lagi. Apalagi utangnya pemerintah inikan kebanyakan bentuknya SUN (Surat Utang Negara), dan suku bunganya dalam bentuk dolar," jelasnya.

Sementara itu di satu sisi, untuk bisa membayar Utang Luar Negeri (ULN). Indonesia harus memiliki surplus APBN dan juga surplus cadangan devisa.

"Kalau tidak, rupiah hanya laku sampai Cengkareng. Siapa yang mau," cetusnya.

Sekedar informasi, hingga akhir triwulan III-2015, nilai utang luar negeri Indonesia gabungan pemerintah dan swasta mencapai US$ 302,4 miliar, turun 0,6 persen atau sekitar US$ 2,1 miliar dari posisi triwulan II-2015 sebesar US$ 304,5 miliar.

Dalam keterangan Bank Indonesia (BI), Rabu (18/11/2015), utang luar negeri sektor swasta turun US$ 1,7 miliar, terutama disebabkan oleh turunnya utang luar negeri bank.

Sementara itu, posisi utang luar negeri sektor publik turun US$ 0,4 miliar, terutama disebabkan oleh turunnya utang luar negeri pemerintah. Dengan penurunan tersebut, pangsa utang luar negeri sektor swasta tercatat 55,6 persen (US$ 168,2 miliar), lebih besar dari pangsa utang luar negeri sektor publik sebesar 44,4 persen (US$ 134,2 miliar). Selain itu, pertumbuhan utang luar negeri Indonesia pada triwulan III-2015 juga melambat dibandingkan triwulan II-2015, dari 6,2 persen (yoy) menjadi 2,7 persen (yoy).

Berdasarkan jangka waktu asal, posisi utang luar negeri Indonesia pada akhir triwulan III-2015 didominasi oleh utang luar negeri berjangka panjang yang mencapai 85,5 persen dari total utang luar negeri.

Utang luar negeri berjangka panjang tersebut sebagian besar berasal dari utang luar negeri sektor publik (50,8 persen dari total utang luar negeri jangka panjang), sementara utang luar negeri berjangka pendek didominasi oleh utang luar negeri sektor swasta (93,7 persen dari total utang luar negeri jangka pendek).

Pertumbuhan utang luar negeri berjangka panjang pada triwulan III-2015 (4,6 persen yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2015 (8,3 persen yoy). Sementara itu, pertumbuhan utang luar negeri berjangka pendek mengalami kontraksi lebih dalam menjadi -7,2 persen (yoy), dari sebelumnya -4,4 persen (yoy). (rfd)

 

BACA JUGA:

  1. Proyek Komersial Bandara Pondok Cabe Masih Jauh dari Tahap Realisasi
  2. Pemerintah Lindungi Bisnis Hotel dan Restoran dari Kepentingan Asing
  3. Rupiah dan IHSG Melonjak Terimbas Kenaikan Fed Rate
  4. Ada Penumpang Gelap dalam RUU Tax Amnesty
  5. Pengamat: Target Pajak 2016 Bikin Kita Berdarah-Darah

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan