Telegram Kapolri Soal Penegakan Hukum COVID-19 Dianggap Memperburuk Suasana
Senin, 06 April 2020 -
MerahPutih.com - Amnesty Internasional mengkritik diterbitkannya surat telegram Kapolri tentang pedoman pelaksanaan tugas fungsi reserse kriminal (reskrim) terkait kejahatan yang terjadi di ruang siber dan penegakan hukumnya selama masa pandemik COVID-19.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, aturan tersebut membuka ruang penyalahgunaan kekuasaan kepolisian dan penegak hukum untuk bersikap represif.
Baca Juga:
Masyarakat yang Lakukan Isolasi Mandiri Harus Lapor Puskesmas
Padahal di tengah kesusahan akibat situasi darurat kesehatan saat ini, warga seharusnya lebih dilindungi.
Atas nama penghinaan presiden dan pejabat negara, telegram itu berpotensi memicu pelanggaran kemerdekaan berpendapat, yang juga dijamin oleh peraturan internal Kapolri sebelumnya.
"Amnesty mendesak pihak berwenang untuk menarik surat telegram tersebut," kata Usman dalam keterangannya, Senin (6/4)
Ia melanjutkan, telegram itu bertentangan dengan rencana pemerintah untuk membebaskan 30 ribu tahanan demi menekan angka penyebaran COVID-19 di penjara.
"Ini akan memperburuk situasi penjara yang sudah sesak dan tidak higienis, apalagi ketika wabah ini belum berhasil dikendalikan," jelas Usman.

"Telegram itu justru akan berpotensi meningkatkan jumlah orang yang masuk penjara atas tuduhan penyebaran berita palsu dan penghinaan terhadap presiden maupun pejabat negara," tambah Usman.
Usman melihat, dalam masa wabah COVID-19, banyak lapisan masyarakat merasa dirugikan, termasuk oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang sejak awal mengabaikan dampak negatif penyebaran wabah.
Pelaksanaan telegram itu akan membuat banyak orang yang semula berniat memberi pendapat, justru takut bersuara karena ancaman hukuman.
"Tanpa saran dan kritik, pemerintah akan semakin kesulitan untuk mengetahui apa yang perlu diperbaiki dalam menangani wabah," terang Usman.
Amnesty juga mendesak pemerintah untuk segera merevisi dan menghapus aturan-aturan yang dapat mengancam kebebasan berekspresi.
"Terutama pasal-pasal karet yang terdapat dalam KUHP maupun UU Informasi dan Transaksi Elektronik," tutup Usman.
Baca Juga:
Warga Tolak Jenazah Diduga Terpapar COVID-19 dari Surabaya Dimakamkan di Solo
Seperti diketahui, Polri telah menerbitkan surat telegram pedoman pelaksanaan tugas terkait kejahatan yang terjadi di ruang siber dan tindak pidana atas penyebaran hoaks terkait informasi perihal COVID-19, penghinaan terhadap presiden dan pejabat negara terkait kebijakan dalam penanganan wabah COVID-19, serta penipuan penjualan online alat-alat kesehatan yang terkait penanganan COVID-19.
Surat telegram tersebut ditandatangani oleh Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri pada tanggal 4 April 2020.
Telegram tersebut memerintahkan seluruh jajaran kepolisian untuk melakukan patroli siber untuk memantau perkembangan yang terjadi di dunia maya dan melakukan tindakan pidana untuk memberikan efek jera. (Knu)
Baca Juga: