Tak Terima di PHK, Motif Pelaku Penusukan Anak Buah Anies Baswedan
Kamis, 11 Februari 2021 -
MerahPutih.com - Polisi menetapkan Rachmat Hidayat (44) sebagai tersangka kasus penusukan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta, Gumilar Ekalaya.
Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Azis Andriyansah menuturkan, pelaku nekat melakukan aksinya karena tersulut emosi kontrak kerjanya selesai atau diputus.
Baca Juga
Jadi Korban Penusukan, Plt Kadis Parekraf DKI Alami Luka di Bagian Paha
"Ketika bertemu ada sedikit pembicaraan yang membuat tersangka tersebut emosi, sehingga kemudian melukai Plt Kepala Dinas Parekraf," ujar Azis di Polres Metro Jakarta Selatan, Kamis (11/2).
Menurut Azis, setelah penyidik melakukan pemeriksaan, tersangka mengaku melakukan penganiayaan karena terdesak diputus kontrak kerjanya sebagai pegawai kontrak di bidang keamanan.
"Dia menyampaikan bahwa dia merasa terdesak karena diputus kontraknya, dan tidak bisa bekerja lagi di kantor dinas tersebut," ungkapnya.
Dalam pertemuan tersebut, Gumilar yang menjadi korban memang menyarankan tersangka untuk bertanya ke Dinas Kebudayaan DKI, karena status pekerjaannya bukan berada di Disparekraf DKI.
"Mendapat jawaban seperti itu tersangka tidak terima, langsung emosi dan melakukan penusukan," kata mantan Kapolres Depok itu.
Tersangka menusuk Gumilar menggunakan pisau sangkur, seperti belati yang sudah dibawanya sejak awal berangkat.
Tusukan tersangka mengenai paha atas hingga luka sedalam empat sentimeter (cm). Setelah menusuk Gumilar, tersangka lari ke lantai dasar.
Di lantai dasar, tersangka bertemu petugas keamanan yang curiga dengan RH, karena membawa pisau.
Petugas mencoba menghalangi hingga akhirnya tertusuk di dada bagian kiri. Total ada dua korban dalam peristiwa tersebut. Tersangka berhasil diamankan tak lama setelah kejadian.
Akibat perbuatannya tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 351 ayat 2 tentang perbuatan penganiayaan yang mengakibatkan orang lain mengalami luka berat.
Dengan ancaman lima tahun penjara dan Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1951 dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.
Saat dirilis di depan awak media, Rachmat hanya tertunduk lesu seraya mengenakan baju tahanan. (Knu)
Baca Juga