Soal 20 Besar Capim KPK, ICW Sindir Lolosnya Figur Bermasalah

Rabu, 11 September 2024 - Angga Yudha Pratama

MerahPutih.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti Panitia Seleksi (Pansel) calon pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru saja melansir daftar nama kandidat yang dinyatakan lulus profile assessment.

Dari 40 nama yang sebelumnya dinyatakan lolos tes kompetensi, kali ini Pansel Capim KPK memangkas setengah di antaranya.

Tercatat, tersisa masing-masing 20 nama untuk calon pimpinan dan Dewan Pengawas KPK. Namun, jelang seleksi tahap akhir terdapat sejumlah catatan krusial yang bisa dilayangkan kepada Pansel.

Baca juga:

Sudirman Said Tersingkir dari Seleksi Capim KPK

"Dari daftar nama yang disampaikan oleh Pansel, ICW masih menemukan nama-nama dengan setumpuk persoalan, baik kompetensi maupun integritas," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Rabu (11/9).

Kurnia mencontohkan dari 20 nama kandidat capim KPK, ada sejumlah nama yang pernah dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik, seperti Johanis Tanak dan Pahala Nainggolan.

Ia menilai proses seleksi kali ini menggambarkan Pansel belum maksimal menggali rekam jejak mereka.

"Pada dasarnya, ada banyak kanal informasi yang bisa dimanfaatkan oleh Pansel untuk mengetahui hal tersebut, salah satunya Dewan Pengawas KPK," ujarnya.

Kurnia juga menyoroti dalam lingkup kompetensi ada pejabat struktural KPK yang masih diloloskan oleh Pansel yaitu Johanis Tanak. Padahal, di bawah kepemimpinannya, KPK kerap dipersepsikan negatif oleh masyarakat, serta kerap menimbulkan kegaduhan.

"Jika model kepemimpinannya begitu, lalu untuk apa tetap diloloskan? Bukankah hanya akan mengulangi hal yang sama jika kelak ia terpilih?" sindir Kurnia.

Baca juga:

Pansel Capim KPK Umumkan 20 Nama yang Lolos Tahapan Profile Assessment

Berdasarkan pengamatan ICW, dari total 20 orang kandidat calon Komisioner KPK, 45 persen atau sekitar 9 orang di antaranya berasal dari klaster penegak hukum, baik aktif maupun purna tugas.

Oleh karena itu, Kurnia menilai Pansel tidak memahami seluk beluk kelembagaan KPK. Sebab, di dalam UU KPK tidak ditemukan satupun pasal yang mewajibkan kalangan aparat penegak hukum untuk mengisi struktur kepemimpinan KPK. Selain itu, cara pandang tersebut justru membuka ruang terjadinya konflik kepentingan dan loyalitas ganda.

"Sederhananya, bagaimana memastikan independensi komisioner yang berasal dari penegak hukum jika kemudian hari KPK mengusut dugaan tindak pidana korupsi di instansi asalnya? Hal lain juga, jaminan apa yang bisa diberikan Pansel bahwa calon dari klaster penegak hukum hanya akan tunduk pada perintah UU di tengah maraknya fenomena jiwa korsa di lembaga asalnya?" pungkasnya. (Pon)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan