Siat Yeh, Tradisi Perang Air Masyarakat Suwat di Awal Tahun Baru

Rabu, 02 Januari 2019 - Zaimul Haq Elfan Habib

PAGI hari di awal tahun baru, tampak ratusan warga dengan wajah gembira siap memulai pesta. Dengan gayung di masing-masing tangan, mereka mulai beranjak menyauk air, kemudian saling mengguyur. Pesta pun pecah. Semua warga kuyup dalam kebahagiaan.

Tradsi ini rutin digelar di Desa Suwat, Kabupaten Gianyar, Bali. Masyarakat setempat sering menyebutnya Siat Yeh atau dalam bahasa Indonesiannya bisa diartikan Perang Air.

Filosofi dalam Siat Yeh

Tradisi Siat Yeh atau perang air Bali. (Instagram/@sttbudhiluhur)
Tradisi Siat Yeh atau perang air Bali. (Instagram/@sttbudhiluhur)

Perang air yang ada di Bali ini mengandung makna dalam. Siat yang berarti perang bermakna bahwa pada hakekatnya manusia dalam kesehariannya sebenarnya berperang melawan keinginan diri sendiri untuk menghindari hal-hal yang tidak baik.

"Kenapa 'siat', karena sesungguhnya manusia setiap hari berperang dengan diri sendiri atau pikiran-pikiran diri sendiri. Itulah yang kita ambil maknanya. Mau tidak mau, suka tidak suka, setiap hari kita perang dengan diri kita sendiri antara keinginan yang baik dan tidak baik," ucap I Gusti Ketut Gede Yusah Asana Putra, Panitia Siat Yeh asal Jimbaran, saat ditanyai Merahputih.com.

Sementara itu, kata 'yeh' yang berarti air. Zat cair itu merupakan salah satu sumber kehidupan manusia. Sumber air itu harus dijaga dan dihormati. Nantinya, dengan menjaga sumber air tersebut, masyarakat bisa mendapatkan kemakmuran.

Tujuan Siat Yeh digelar

Tradisi Siat Yeh atau perang air Bali. (Instagram/@sttbudhiluhur)
Tradisi Siat Yeh atau perang air di Bali. (Instagram/@sttbudhiluhur)

Tradisi Siat Yeh dipercayai sebagai bentuk pembersihan diri dari hal-hal negatif yang sudah terjadi pada tahun sebelumnya. Dengan begitu, di tahun yang baru, hal-hal buruk diharapkan tidak menimpa mereka lagi. Pelaksanaannya yang di tanah lapang juga bertujuan membersihkan lingkungan sekitar.

Sejatinya, maksud dari pesta ini serupa dengan tradisi yang digelar di Desa Jimbaran, Badung. Perbedaannya hanya pada waktu penyenggelaraannya. Di Jimbaran, Siat Yeh dilakukan pada pergantian tahun baru Saka, di Suwat, masyarakat menggelarnya pada pergantian tahun baru Masehi.

Sejarah Siat Yeh di Desa Suwat

Tradisi Siat Yeh atau perang air Bali. (Instagram/@sttbudhiluhur)
Tradisi Siat Yeh atau perang air Bali. (Instagram/@sttbudhiluhur)

Selain sebagai simbol untuk membersihkan diri dan lingkungan sekitar, konon dalam sejarahnya di Desa Suwat, Gianyar, terdapat sumber mata air yang dipercayai sebagai obat dari segala macam penyakit dan air konsumsi utama para raja pada zaman dulu.

Seperti dilansir Balitoursclub, untuk menghormati sumber mata air tersebut, penduduk Desa Suwat mewajibkan untuk menggelar tradisi perang yeh ini. Tujuannya, agar sumber mata air yang ada di desa mereka terus mengalir.

Ibadah sebelum menggelar perang air

Tradisi Siat Yeh atau perang air Bali. (Instagram/@linggarsaputrawayan))
Tradisi Siat Yeh atau perang air Bali. (Instagram/@linggarsaputrawayan)

Di Suwat, sebelum menyelenggarakan Siat Yeh, masyarakat terlebih dahulu menggelar persembahyangannya bersama di catus pata Desa Pekraman Adat Suwat. Persembahyangan itu akan dipimpin lima jero mangku.

Kelima jero mangku yang memimpin persembahyangan itu duduk menghadap empat arah mata angin, sedangkan satu orang lagi akan duduk di tengah. Semua penduduk Desa Suwat pun khusyuk dalam melakukan persembahyangan.

Persembayangan digelar untuk meminta restu dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai wujud Dewa Wisnu. Ia disimbolkan dengan air dalam kehidupan nyata.(*)

Baca Juga: Adu Betis, Tradisi Masyarakat Sulawesi Selatan

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan