SETARA Institute: Pelibatan TNI Berantas Terorisme Tidak Tepat

Kamis, 01 Juni 2017 - Zulfikar Sy

Ketua SETARA Institute Hendardi menilai wacana pelibatan TNI sebagai aktor dalam pemberantasan tindak pidana terorisme tidak tepat dan dikhawatirkan justru akan keluar dari mekanisme sistim peradilan pidana terpadu.

"Gagasan memasukkan TNI sebagai aktor dalam pemberantasan terorisme dipastikan akan keluar dari mekanisme sistem peradilan pidana terpadu," kata Hendardi, Rabu (31/5).

Lebih lanjut Hendardi menjelaskan, terorisme adalah transnational crime (kejahatan lintas negara) yang oleh dunia internasional tetap dianggap sebagai kejahatan dan hanya bisa diberantas dengan pendekatan hukum dengan kewenangan preventif yang lebih luas jangkauannya.

TNI, tambahnya, bukanlah aparat penegak hukum yang bertugas memberantas kejahatan, termasuk kejahatan terorisme. Karena itu, pelibatan TNI dalam RUU Antiterorisme tetap dalam skema perbantuan sebagai tugas operasi militer selain perang, yang mekanismenya diatur dengan UU Perbantuan Militer, suatu UU yang seharusnya sudah sejak lama dibentuk karena merupakan mandat dari UU TNI.

Dalam pandangan Hendardi, melibatkan TNI sebagai penegak hukum atas kejahatan terorisme akan melemahkan akuntabilitas pemberantasan terorisme karena tidak adanya kontrol sistemik yang melekat dalam sistem peradilan pidana terpadu bagi TNI.

Ia menilai pernyataan Menkopolhukam Wiranto (29/5) yang menepis kekhawatiran atas keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme dan klaim Ketua Panja RUU Antiterorisme, Muhammad Syafii (Partai Gerindra) yang menyatakan semua fraksi bersetuju dengan pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme, harus dipandang sebagai upaya melemahkan sistem peradilan pidana terorisme.

"Bagaimana mungkin mandat reformasi yang menuntut TNI profesional sebagai aparat pertahanan dan telah berjalan selama hampir 19 tahun, kemudian diupayakan untuk kembali menjadi bagian dari penegakan hukum pidana terorisme," kata Hendardi.

Sumber: ANTARA

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan