RUU KUP Yang Jadi Dasar Kenakan PPN Bagi Bahan Pokok Disahkan Tahun Depan

Jumat, 27 Agustus 2021 - Alwan Ridha Ramdani

MerahPutih.com - Pemerintah mengklaim sudah menyelenggarakan 10 putaran Focus Group Discussion (FGD) terkait Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang rencananya akan disahkan.

"Saat ini saat yang baik untuk memikirkan fundamental yang perlu diperbaiki dan diperkuat di kebijakan. Maka pemerintah mengajak seluruh stakeholders untuk mengikuti diskusi terkait RUU KUP, dan sejauh ini sudah dijalankan 10 putaran FGD dengan asosiasi usaha, pakar, organisasi masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat," Kata Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo di Jakarta, Kamis (26/8).

Baca Juga:

PPN Sewa Toko Kini Ditanggung Pemerintah

RUU KUP ini terus disusun di tengah pandemi COVID-19 sebagai upaya memanfaatkan momentum karena saat ini pemerintah banyak menggunakan pajak untuk insentif bagi pelaku usaha. Meskipun ditargetkan disahkan tahun depan, RUU ini diklaim tidak akan memberatkan pelaku usaha maupun masyarakat. RUU KUP juga akan sejalan dengan penerapan Undang-Undang Cipta Kerja yang menjanjikan kemudahan bagi pelaku usaha.

"Komitmen Kementerian Keuangan dan pemerintah adalah beberapa pasal yang berpotensi beririsan dengan pertumbuhan ekonomi akan menunggu ekonomi pulih dan berada di level yang stabil," ucap Prastowo.

Terkait rencana penambahan bahan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan sebagai objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Prastowo mengatakan, pemerintah melakukannya untuk membangun sistem administrasi perpajakan yang lebih efektif.

"Jadi pertama-tama untuk perbaikan administrasi, maka kami mendengarkan pelaku, bagaimana instrumen pajak bisa digunakan untuk mendorong jasa pendidikan yang in line, yang sesuai dengan visi-misi pendidikan untuk mengafirmasi mereka yang tidak mampu," imbuh.

Begitu pula PPN untuk layanan kesehatan yang diharapkan bisa mendorong Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk mengkover lebih banyak orang.

"Ini cara berpikir yang kita bangun. Termasuk penguatan di level administrasi, kepastian hukum, dan nanti penghindaran pajak,” ucapnya.

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyarankan pelaksanaan Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) sejalan dengan penerapan Undang-Undang Cipta Kerja.

Pusat Perbelanjaan. (Foto: Antara)
Pusat Perbelanjaan. (Foto: Antara)

"Kalau tidak hati-hati, kalau tidak harmonis, akan ada trade off, karena yang satu arahnya pembenahan sistem perpajakan dan saya yakin termasuk peningkatan penerimaan perpajakan, sementara yang satu lagi mempermudah dan mempercepat masuknya investasi," katanya.

Menurutnya, apabila tidak diterapkan secara hati-hati, RUU KUP bisa membuat pelaku usaha merasa terbebani dengan perpajakan dan enggan berinvestasi di Indonesia. Karena itu, pajak-pajak yang kurang diterima masyarakat, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk bahan pokok, layanan pendidikan, dan layanan kesehatan sebaiknya tidak diberlakukan.

"Salah satu usulan yang mungkin juga bisa dibahas oleh pemerintah adalah bagaimana PPN diterapkan pada produk-produk yang tidak mendukung pada upaya masyarakat menjadi lebih sehat, " kata Eko dikutip Antara.

Baca Juga:

Semester Pertama 2021, Pajak PPN dan PPnBM Tumbuh Positif

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan