Respons Putusan MK, LaNyalla Tegaskan Negara tidak Boleh Dikuasai Oligarki

Kamis, 07 Juli 2022 - Andika Pratama

MerahPutih.com - Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima gugatan DPD RI terkait Pasal 222 Undang-Undang Pemilu tentang ambang batas pencalonan atau Presidential Threshold (PT) dalam perkara Nomor 52/PUU-XX/2022. MK menilai DPD tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam perkara tersebut.

Dalam perkara yang sama, MK menerima kedudukan hukum Partai Bulan Bintang (PBB), namun dalam amar putusannya, MK menolak permohonan PBB untuk seluruhnya. Karena MK tetap pada pendapatnya, bahwa Pasal 222 UU Pemilu Konstitusional dan mengenai angka ambang batas yang ditetapkan, merupakan open legal policy policy (kewenangan pembuat Undang-Undang).

Baca Juga

MK Tolak Gugatan Yusril soal PT 20 Persen, La Nyalla Cs Terjegal Legal Standing

Menanggapi putusan yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman pada Kamis (7/7) siang tersebut, Ketua DPD LaNyalla Mattalitti menyatakan bahwa hal itu adalah kemenangan sementara Oligarki Politik dan Oligarki Ekonomi yang menyandera dan mengatur negara ini.

“Mengapa saya katakan kemenangan sementara? Karena saya akan memimpin gerakan mengembalikan kedaulatan negara ini ke tangan rakyat, sebagai pemilik sah negara ini. Tidak boleh kita biarkan negara ini dikuasai oleh Oligarki,” tegas LaNyalla di Mekkah, Arab Saudi, Kamis (7/7).

LaNyalla menegaskan, kedaulatan rakyat sudah final dalam sistem yang dibentuk oleh para pendiri bangsa, tinggal disempurnakan. Tetapi mesti dibongkar total dengan Amandemen yang ugal-ugalan pada tahun 1999-2002 silam.

“Dan kita menjadi bangsa yang durhaka kepada para pendiri bangsa. Akibatnya tujuan negara ini bukan lagi memajukan kesejahteraan umum, tetapi memajukan kesejahteraan segelintir orang yang menjadi Oligarki Ekonomi dan Oligarki Politik,” ujarnya.

Baca Juga

La Nyalla Kritik Kebijakan Jokowi Larang Ekspor CPO

Terkait pertimbangan hukum majelis hakim MK, LaNyalla mengaku heran Ketika mejelis hakim MK yang menyatakan bahwa Pasal 222 UU Pemilu disebut konstitusional. Padahal nyata-nyata tidak ada ambang batas pencalonan di Pasal 6A Konstitusi.

“Dan yang paling inti adalah majelis Hakim MK tidak melihat dan menyerap perkembangan kebutuhan masyarakat. Padahal hukum ada untuk manusia. Bukan manusia untuk hukum. Hukum bukan skema final. Perkembangan kebutuhan masyarakat harus jadi faktor pengubah hukum. Itu inti dari keadilan,” ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, saat menghadiri acara 25 tahun Mega-Bintang di Solo, Jawa Tengah, 5 Juni 2022 yang lalu, LaNyalla menyatakan MK layak dibubarkan jika membiarkan Oligarki Ekonomi menguasai negara melalui celah Presidential Threshold.

“Karena Pasal 222 adalah pasal penyumbang terbesar ketidakadilan dan kemiskinan struktural di Indonesia. Melalui pasal ini Oligarki Ekonomi mengatur permainan untuk menentukan pimpinan nasional bangsa ini, sekaligus menyandera melalui kebijakan yang harus berpihak kepada mereka,” ujar Senator asal Jawa Timur itu.

Menurut LaNyalla, Pasal 222 yang menyumbang besarnya biaya koalisi partai politik dan biaya pilpres, menjadi pintu bagi Oligarki Ekonomi untuk membiayai semua proses itu. Karena itulah, DPD RI menyalurkan aspirasi masyarakat melalui gugatan ke MK. (Pon)

Baca Juga

Hadir di Sidang MK, La Nyalla: Pasal 222 UU Pemilu Berpeluang Lumpuhkan Negara

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan