Rekam Jejak Calon Kepala Daerah Dianggap ‘Tertutup’, Pengamat : Ini Kegagalan Demokrasi

Senin, 09 September 2024 - Ikhsan Aryo Digdo

MerahPutih.com - Rekam jejak para calon Kepala Daerah dalam Pilkada 2024 dianggap sulit diakses publik.

Pengamat komunikasi politik Benny Susetyo menilai, saat ini publik terhambat oleh kurangnya akses informasi yang memadai tentang rekam jejak para calon.

Sebab, ada potensi muncul calon kepala daerah dengan rekam jejak bermasalah termasuk dugaan korupsi, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), atau keterlibatan dalam kasus narkoba.

“Ini menjadi bukti bahwa mekanisme Pilkada masih jauh dari ideal,” kata Benny di Jakarta, Senin (9/9).

Baca juga:

Jelang Pilkada, Polisi Kembali Gencarkan Razia Knalpot Brong

Menurut Benny, keterbatasan terhadap rekam jejak para calon ini bukan hanya ancaman bagi kualitas demokrasi.

“Ini juga mencerminkan kegagalan sistem dalam menghasilkan pemimpin yang benar-benar layak,” ungkap Benny.

Benny mengingatkan, salah satu persoalan krusial dalam Pilkada adalah sulitnya akses publik terhadap informasi rekam jejak calon kepala daerah, yang seharusnya menjadi hak dasar setiap warga negara.

Survei menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen masyarakat mengalami kesulitan dalam mendapatkan informasi yang memadai tentang calon yang akan dihadapi dalam pilkada.

Baca juga:

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Dihukum 6 Bulan Potong Gaji 20%

Kendala ini disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk minimnya transparansi, akses terbatas ke dokumen resmi seperti Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), serta keterbatasan informasi yang tersedia untuk umum.

“Padahal, transparansi adalah fondasi esensial bagi keberlangsungan demokrasi yang sehat,” ungkap Benny.

Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik seharusnya menjadi alat yang kuat bagi masyarakat untuk mengakses data terkait rekam jejak calon kepala daerah.

“Namun, dalam praktiknya, undang-undang ini seringkali tidak efektif diimplementasikan,” imbuh Benny.

Baca juga:

KPK Tegaskan Sifatnya Pasif Terkait Dugaan Gratifikasi Kaesang

Hambatan birokrasi dan kurangnya kemauan politik membuat masyarakat terhalang dalam memperoleh informasi penting tersebut.

Akibatnya, tidak jarang calon kepala daerah dengan rekam jejak bermasalah termasuk mereka yang pernah terlibat kasus korupsi atau bahkan sudah dipenjara masih bisa maju dalam Pilkada dan mendapatkan dukungan besar dari masyarakat.

Fenomena ini menyoroti upaya calon untuk menutupi masa lalu mereka atau memanfaatkan celah hukum agar tetap bisa bersaing dalam kontestasi politik.

“Kegagalan dalam memastikan keterbukaan informasi ini bukan hanya melemahkan demokrasi, tetapi juga membahayakan kualitas kepemimpinan di tingkat daerah,” jelas Benny yang juga Stafsus Ketua Dewan Pembina BPIP ini.

Baca juga:

KPK Tegaskan Sifatnya Pasif Terkait Dugaan Gratifikasi Kaesang

Dalam konteks ini, rekam jejak tidak hanya mencakup latar belakang hukum atau catatan integritas, tetapi juga mencakup prestasi yang pernah dicapai selama memegang posisi tertentu, baik di pemerintahan maupun di sektor lainnya.

Penting bagi masyarakat untuk memeriksa apakah calon kepala daerah memiliki catatan yang baik dalam memperjuangkan hak asasi manusia dan mempromosikan kesetaraan di wilayahnya.

“Pilihan yang dibuat berdasarkan popularitas semata tanpa melihat rekam jejak hanya akan menghasilkan pemimpin yang tidak kompeten, yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat itu sendiri,” tutup Benny. (knu)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan