Reformasi Sistem Kafala di Arab Saudi Dinilai Masih Beratkan Posisi TKI
Kamis, 12 Mei 2022 -
MerahPutih.com - Kerajaan Arab Saudi membentuk 13 perusahaan perekrutan pekerja migran yang menjadi bagian dari reformasi sistem Kafala.
Untuk diketahui, Maysan Alobaid menulis dalam Penn Law, penerbitan Fakultas Hukum University of Pennsylvania, bahwa Kafala adalah konsep yurisprudensi Islam, yang dalam bahasa Arab memiliki berbagai arti, seperti dukungan, jaminan, penjaminan, sponsorship, dan menjadikan tanggung jawab keamanan sebagai fokusnya.
Dalam yurisprudensi Islam, Kafala terjadi dalam kesepakatan untuk menanggung kewajiban interaksi seseorang dengan uang (Kafala bi al-mal) atau badan (Kafala bi al-nafs).
Penerapannya dapat disaksikan dalam hukum keluarga Islam, dimana Kafala dapat pula diartikan sebagai suatu akad di mana seorang anak yatim diasuh sampai dewasa sebagai bentuk perwalian.
Penerapan Islam lainnya dari Kafala terjadi dalam hal utang-piutang, di mana penjamin setuju untuk bertanggung jawab atas kewajiban debitur terhadap kreditur. Pemahaman tentang Kafala ini terjadi dalam berbagai interaksi hukum di seluruh dunia Islam.
Baca Juga:
KSAL Angkat Suara Soal Dugaan Prajuritnya Terlibat Pengiriman TKI Ilegal
Sistem Kafala yang diterapkan pemerintah Arab Saudi tersebut dinilai sangat memberatkan pekerja migran Indonesia, utamanya yang bekerja sebagai asisten rumah tangga. Reformasi yang dilakukan pun lebih menguntungkan majikan.
"Masing-masing perusahaan diberi keleluasaan untuk menciptakan sekurang-kurangnya 5 kantor agen untuk menangani dan bertindak sebagai sponsor dari tenaga kerja migran yang masuk ke kerajaan tersebut," kata Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti, dalam kunjungan kerja ke Arab Saudi, Kamis (12/5).
Senator asal Jawa Timur itu menjelaskan, sistem ini akan mengganti sponsorship individual yang telah diberlakukan terlebih dahulu.
"Dalam kebijakan ini, kewenangan mengurusi pekerja migran dialihkan kepada Kementerian Tenaga Kerja, setelah puluhan tahun dikelola oleh Kementerian Dalam Negeri," ujarnya
Kegiatan 13 perusahaan sponsor ketenagakerjaan ini, kata dia, akan diawasi lembaga baru yang berafiliasi dengan Kementerian Tenaga Kerja Arab Saudi dan dinamakan Foreign Workers’ Af airs Agency atau agensi urusan pekerja asing.
"Lembaga ini memiliki banyak cabang di seluruh Arab Saudi. Dengan lembaga baru ini, majikan akan mendapat kompensasi apabila pekerja migran menimbulkan kerugian terhadapnya selama menampung pekerja migran dimaksud," terangnya.
Lembaga baru tersebut juga yang akan menanggung biaya tiket untuk mengirim pulang pekerja migran yang dideportasi karena overstay, serta akan membayar 6 bulan gaji pekerja migran, apabila majikan lambat atau lalai membayar gaji pekerja migran.
"Tapi, reformasi sistem Kafala di Arab Saudi ini lebih banyak menguntungkan majikan ketimbang menguntungkan pekerja migran seperti ART dari Indonesia. Reformasi sistem Kafala di Arab Saudi juga tidak menyentuh perlunya jaminan keamanan kontrak kerja agar tidak diubah sesuka hati oleh majikan," sebut La Nyalla.
Baca Juga:
Pemilik Kapal Tenggelam di Perairan Malaysia Diduga Bos Penampungan TKI Ilegal
Menurutnya, selama ini majikan Arab bebas mengubah kontrak kerja secara sepihak.
"Misalnya menurunkan gaji yang sudah dijanjikan sebelumnya, menerapkan jam kerja yang tidak terbatas, melakukan pelecehan seksual dan penyiksaan secara fisik, dan tidak memenuhi kondisi kerja yang telah disepakati sebelumnya," katanya.
Ditambahkan La Nyalla, paspor dan telepon genggam pekerja migran biasanya disita majikan, gaji ART tidak dibayar tepat waktu, dan biasanya baru dibayar di akhir masa kontrak, itu pun sering karena ada intervensi dari KBRI atau Konjen RI di sana.
"Kondisi seperti ini sudah berlangsung puluhan tahun, tetapi pemerintah Indonesia tidak punya solusi yang dapat diandalkan, karena tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku di Arab Saudi," tutur La Nyalla.
Menurutnya, satu-satunya cara bagi pemerintah RI melakukan mediasi adalah melalui persuasif kepada para majikan yang dinilai kurang manusiawi itu.
"Karena pemerintah RI toh membutuhkan lapangan pekerjaan di Arab bagi para pekerja migran yang ingin memperbaiki nasib dan mengirim pulang devisa dalam jumlah besar setiap tahunnya," katanya. (Pon)
Baca Juga:
Satu Oknum Anggota TNI AU Ditahan karena Diduga Terlibat Pengiriman TKI Ilegal ke Malaysia