Ramai Seruan ‘Beli Hutan’, DPR: Bentuk Keputusasaan Rakyat Atas Kerusakan Lingkungan

Jumat, 12 Desember 2025 - Ananda Dimas Prasetya

MerahPutih.com - Bencana banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara memicu dorongan dari sejumlah netizen untuk “menyelamatkan hutan” dengan cara… membelinya. Aksi sosial itu ramai dibahas di media sosial sebagai bentuk protes terhadap kerusakan hutan di berbagai daerah.

Anggota Komisi IV DPR RI, Riyono, menilai fenomena ini merupakan sindiran keras sekaligus gambaran ketidakpercayaan rakyat terhadap pengelolaan hutan oleh para pemangku kepentingan, baik sektor kehutanan maupun lingkungan hidup.

“Aksi beli hutan oleh para netizen sebenarnya adalah warning kepada para pejabat terkait untuk menjaga hutan dengan sungguh-sungguh. Ini sindiran soal rasa keputusasaan rakyat akibat kerusakan parah di Aceh dan Sumatera,” kata Riyono kepada wartawan di Jakarta, dikutip Jumat (12/12).

Baca juga:

Soal Kerusakan Hutan, Kemenhut Duga Ada Aktivitas Ilegal yang Jadi Penyebab Bencana Sumatra

Riyono menjelaskan bahwa pembelian atau penguasaan kawasan hutan telah diatur dalam sejumlah regulasi, antara lain UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan PP No. 24 Tahun 2010. Prosesnya tidak sederhana dan membutuhkan banyak persyaratan administratif.

Untuk memperoleh Izin Penggunaan Kawasan Hutan (IPKH), seseorang harus melalui alur panjang, mulai dari:

Dokumen yang diperlukan pun banyak, seperti identitas pemohon, rencana penggunaan hutan, dokumen lingkungan, dan berbagai dokumen pendukung lainnya.

“Jadi seluruh prosedur tersebut membutuhkan waktu dan tidak mudah untuk dilakukan,” tutur Riyono.

Baca juga:

Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Tolak Usul Patungan Beli Hutan Indonesia, Sebut Rimba bukan untuk Dijual

Ketua DPP PKS Bidang Petani, Peternak, dan Nelayan itu menegaskan bahwa kondisi kerusakan hutan di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Ia menilai bencana yang terjadi di Aceh dan Sumatra merupakan konsekuensi langsung dari ekosistem hutan yang rusak, yang kemudian memicu bencana ekologis berskala besar.

“Faktanya, hutan kita berubah dari pelindung manusia menjadi monster dan ancaman bencana yang mematikan manusia,” ujarnya. (Knu)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan