Penjelasan MUI Terkait Kehalalan Pewarna Makanan dari Serangga Cochineal

Kamis, 28 September 2023 - Andika Pratama

MerahPutih.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan pewarna makanan yang berasal dari serangga Cochineal halal untuk digunakan.

“Karena pada hakikatnya dia halal dan tidak membahayakan,” tegas Ketua MUI Bidang Fatwa Prof. KH Asrorun Niam Sholeh dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (28/9).

Baca Juga

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW

Niam melanjutkan, MUI secara khusus telah melakukan kajian yang cukup panjang terkait dengan hal ini sejak 2011.

Dia menambahkan, kajian tersebut dilakukan secara intensif dengan menghadirkan sejumlah ahli yang salah satunya dari Institut Pertanian Bogor (IPB).

"Berdasarkan informasi ahli yang memang secara khusus melakukan penelitian mengenai serangga menjelaskan sifat-sifat Cochineal dan mendekati al jarot," kata dia.

Dengan begitu, kata Niam, MUI memutuskan bahwa serangga Cochineal bisa digunakan untuk pewarna makanan, obat-obatan, kosmetika, dan lain-lain.

Ia menegaskan serangga Cochineal halal dan boleh digunakan sebagai pewarna makanan sepanjang ada proses pemeriksaan.

Baca Juga

Peringatan Maulid Nabi Momentum Umat untuk Refleksi Diri

Sementara itu, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH Abdul Muiz Ali menyampaikan, penetapan kehalalan produk adalah wewenang dari MUI sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 dan turunannya.

“Fatwa MUI tersebut dikeluarkan secara independen dan sesuai dengan pedoman penetapan fatwa MUI termasuk di antaranya didahului dengan kajian-kajian yang melibatkan para pakar di bidangnya,” ungkapnya.

Dalam konteks ini, ujarnya, MUI telah melakukan kajian yang mendalam dari aspek sains maupun fiqh.

“Secara jama’i (kolektif) fatwa disepakati hasil sebagaimana termaktub dalam fatwa MUI,” sambungnya.

Dia menjelaskan, sebagai salah satu masalah yang masuk dalam ijtihad, perbedaan hasil ijtihad sangat mungkin terjadinya perbedaan. Bahkan, jika hal tersebut juga dirujuk dari sumber-sumber mu’tamad (terpercaya) dari mazhab-mazhab fikih.

Oleh karena itu, terangnya, perbedaan hasil fatwa MUI dengan LBM-PWNU Jawa Timur harus dilihat sebagai perbedaan hasil ijtihad mengenai hukum serangga Cochineal.

“Masing-masing ada argumen dan hujjah yang mendasari sehingga tidak perlu dipersoalkan berlebihan, dan hasil ijtihad tidak membatalkan satu sama lain,” pungkasnya. (*)

Baca Juga

Soal RUU Kepariwisataan, Komisi X DPR Tekankan Koordinasi Pentahelix

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan