Pengakuan Burhan Pemburu PKI tentang Merahnya Yogyakarta 1965

Jumat, 27 Mei 2016 - Noer Ardiansjah

MerahPutih Budaya - Partai Komunis Indonesia (PKI) mendapat stigma buruk. Tidak hanya yang berkembang saat ini, stigma buruk itu pun muncul sebelum tragedi 1965. Di antaranya, orang-orang komunisme keji, orang komunisme atheis, dan sebagainya. Namun, meski dapat stigma buruk, PKI mampu meraup suara 4 besar dalam pemilu 1955. PKI berada di bawah perolehan suara PNI, Masyumi, dan Partai NU.

Tidak halnya dengan di Yogyakarta. Di Bumi Keraton ini, justru PKI menang telak dibanding tiga partai besar lainnya. "Partainya yang besar itu kan, PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Di Jogja ini, PKI yang menang. PNI, Masyumi, NU, tiga partai ini jadi satu, gak ada separuhnya PKI," kata Burhanuddin Zainuddin alias Burhan Kampak, 76, saat ditemui merahputih.com di kediamannya, Brontokusuman, Yogyakarta, Rabu (25/5).

Setelah pemilu 1955, PKI menguasai Yogyakarta. Daerah-daerah basis pertanian dikuasai PKI. Di antaranya Gunungkidul dan Klaten. Yogyakarta memerah kala itu.

"Mereka melakukan teror-teror. Di desa-desa itu banyak slogan-slogan 'Ganyang 7 Setan Desa', 'Ganyang 3 Setan Kota'. Ya gitu-gitu. Programnya Land Reform. Dengan iming-iming, seluruh penduduk itu, dengan slogannya, sama rata sama rasa. Apa bisa sama rata sama rasa? Itu cuma propaganda kosong!" ujar Burhan dengan nada meninggi.

Situasi seperti itu membuat Burhan mau bergerak berburu PKI di Yogyakarta dan sekitarnya. Bukan tanpa sebab, ia berani karena dua hal. Pertama, keluarganya merupakan orang militer, yakni ayah dan kakaknya. "Kakak saya tentara di Siliwangi, di Jawa Barat," imbuhnya.

Kedua, keluarganya mendapat teror dan ancaman bunuh dari orang yang menurut Burhan adalah orang PKI. "Ayah saya itu aktivis Masyumi, dan menjadi Ketua SBII, Serikat Buruh Islam Indonesia. Itu dulu yang berafiliasi dengan Masyumi. Wuh, itu dulu diteror sama Sentral Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), organisasi yang berafiliasi dengan PKI. Pernah kan rumah saya diserbu, sama orang-orang itu," katanya penuh semangat mengisahkan masa lalu di masa dominasi PKI di Yogyakarta.

Masuknya Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) dan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) ke Yogyakarta mendapat dukungan organisasi yang berseberangan dengan PKI. Burhan pun mendapat dukungan, ketika itu sebagai mahasiswa, dengan cara dilatih untuk menghadapi PKI. Setelah itu, ia memburu PKI dengan kapak dan pistol. (Fre)

BACA JUGA:

  1. Lebih Berbahaya PKI atau HTI? Ini Jawaban Goenawan Mohamad
  2. YLBH: TNI Tidak Berhak Lakukan Penangkapan Orang Berkaos PKI
  3. HMI Sebut Saut Situmorang PKI
  4. Sejarah Kelam di Balik "Genjer-genjer" Sebagai Lagu PKI
  5. Ketua PKI Aidit Pernah Minta HMI Dibubarkan

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan