Pengakuan Burhan Pemburu PKI tentang Merahnya Yogyakarta 1965


Burhanuddin Zaunuddin, juga dikenal "Burhan Kampak", di kediamannya, Kelurahan Brontokusuman, Yogyakarta, Rabu (25/5). (Foto: MerahPutih/Fredy Wansyah)
MerahPutih Budaya - Partai Komunis Indonesia (PKI) mendapat stigma buruk. Tidak hanya yang berkembang saat ini, stigma buruk itu pun muncul sebelum tragedi 1965. Di antaranya, orang-orang komunisme keji, orang komunisme atheis, dan sebagainya. Namun, meski dapat stigma buruk, PKI mampu meraup suara 4 besar dalam pemilu 1955. PKI berada di bawah perolehan suara PNI, Masyumi, dan Partai NU.
Tidak halnya dengan di Yogyakarta. Di Bumi Keraton ini, justru PKI menang telak dibanding tiga partai besar lainnya. "Partainya yang besar itu kan, PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Di Jogja ini, PKI yang menang. PNI, Masyumi, NU, tiga partai ini jadi satu, gak ada separuhnya PKI," kata Burhanuddin Zainuddin alias Burhan Kampak, 76, saat ditemui merahputih.com di kediamannya, Brontokusuman, Yogyakarta, Rabu (25/5).
Setelah pemilu 1955, PKI menguasai Yogyakarta. Daerah-daerah basis pertanian dikuasai PKI. Di antaranya Gunungkidul dan Klaten. Yogyakarta memerah kala itu.
"Mereka melakukan teror-teror. Di desa-desa itu banyak slogan-slogan 'Ganyang 7 Setan Desa', 'Ganyang 3 Setan Kota'. Ya gitu-gitu. Programnya Land Reform. Dengan iming-iming, seluruh penduduk itu, dengan slogannya, sama rata sama rasa. Apa bisa sama rata sama rasa? Itu cuma propaganda kosong!" ujar Burhan dengan nada meninggi.
Situasi seperti itu membuat Burhan mau bergerak berburu PKI di Yogyakarta dan sekitarnya. Bukan tanpa sebab, ia berani karena dua hal. Pertama, keluarganya merupakan orang militer, yakni ayah dan kakaknya. "Kakak saya tentara di Siliwangi, di Jawa Barat," imbuhnya.
Kedua, keluarganya mendapat teror dan ancaman bunuh dari orang yang menurut Burhan adalah orang PKI. "Ayah saya itu aktivis Masyumi, dan menjadi Ketua SBII, Serikat Buruh Islam Indonesia. Itu dulu yang berafiliasi dengan Masyumi. Wuh, itu dulu diteror sama Sentral Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), organisasi yang berafiliasi dengan PKI. Pernah kan rumah saya diserbu, sama orang-orang itu," katanya penuh semangat mengisahkan masa lalu di masa dominasi PKI di Yogyakarta.
Masuknya Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) dan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) ke Yogyakarta mendapat dukungan organisasi yang berseberangan dengan PKI. Burhan pun mendapat dukungan, ketika itu sebagai mahasiswa, dengan cara dilatih untuk menghadapi PKI. Setelah itu, ia memburu PKI dengan kapak dan pistol. (Fre)
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
Kearifan Lokal Jaga Warga Bikin Yogyakarta Cepat Pulih Dari Demo Berujung Rusuh

KAI Daop 6 Yogyakarta Layani 219.400 Penumpang Selama Long Weekend Maulid Nabi

Polisi Diminta Usut Tuntas Kematian Mahasiswa Amikom, Bonnie Triyana: Tidak Ada Alasan yang Membenarkan Kekerasan Aparat Terhadap Pengunjuk Rasa

Pesisir Medan Berpotensi Banjir 22-28 Agustus, Hujan Lebat Akan Guyur DIY

Saat Libur Peringatan HUT ke-80 RI, Daop 6 Yogyakarta Alami Kenaikan Penumpang 5,5 Persen

85.792 Wisatawan Mancanegara Naik Kereta Api Selama Juli 2025, Yogyakarta Jadi Tujuan Tertinggi

Viral, Driver Ojol Dikeroyok karena Telat Antar Kopi, Ratusan Rekan Geruduk Rumah Customer

Film Dokumenter 'Jagad’e Raminten': Merayakan Warisan Inklusivitas dan Cinta dari Sosok Ikonik Yogyakarta

Libur Panjang, KAI Commuter Yogyakarta Tambah 4 Perjalanan Jadi 31 Trip Per Hari

Heboh Kasus Mafia Tanah Mbah Tupon, Nama Tersangka Penyerebot Sudah di Kantong Polisi
