Penangkapan Kapal Nelayan Tiongkok Upaya Penegakan Hukum
Selasa, 21 Juni 2016 -
MerahPutih Nasional – Pakar hubungan internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan penangkapan kapal nelayan Tiongkok yang bebas berkeliaran di perairan Indonesia merupakan upaya penegakan hukum.
Pelanggaran batas teritorial yang dilakukan nelayan Tiongkok saat memasuki wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, membuat TNI AL mengambil langkah tegas dengan menembak kapal tersebut serta menagkap beberap nelayan yang berasal dari Negeri Tirai Bambu itu.
“Dari sejumlah insiden yang terjadi dan terakhir yang dikejar oleh KRI Imam Bonjol Jumat kemarin, para nelayan asal Tiongkok memasuki wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia,” kata pakar hubungan internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana kepada merahputih.com, Selasa (21/6).
Meski demikian, tambah Hikmahanto, para nelayan itu tidak mengakui Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Bagi mereka, sebagian ZEE Indonesia merupakan wilayah tradisional mereka untuk menangkap ikan. Ihwal itulah yang kemudian mendapat dukungan dari pemerintah Tiongkok terhadap nelayannya.
“Mereka mengistilahkan daerah yang dimasuki sebagai Traditional Fishing Ground. Dalam setiap protes pemerintah Tiongkok atas tiga insiden selalu disampaikan bahwa para nelayan asal Tiongkok memiliki hak melakukan penangkapan ikan atas dasar konsep Traditional Fishing Ground,” tutur Hikmahanto.
Sementara itu, jelas Hikmahanto, protes yang dilakukan Kementerian Luar Negeri pada setiap penagkapan kapal nelayan asal Tiongkok adalah dalam rangka Indonesia tidak mengakui Sembilan Garis Putus berikut Traditional Fishing Ground.
“Indonesia sudah sepatutnya memosisikan diri sebagai negara yang berkeberatan secara konsisten (persistent objector) atas okupasi Tiongkok. Bila tidak, Tiongkok akan mendalilkan Sembilan Garis Putus telah diterima sebagai hukum kebiasaan internasional,” tutupnya. (Ard)