Pemerintah Diminta Perjelas Kategori Barang Mewah Sebelum Berlakukan PPN 12 Persen
Senin, 09 Desember 2024 -
MerahPutih.com - Rencana pemerintah memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen pada barang-barang mewah memicu polemik.
Ekonom Achmad Nur Hidayat menilai, ada beberapa strategi yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi polemik PPN 12 persen ini.
Menurut Achmad, Pemerintah harus menetapkan batasan yang jelas mengenai barang apa saja yang termasuk dalam kategori mewah.
“Hal ini penting untuk menghindari kesalahan pengenaan pajak pada barang yang sebenarnya merupakan kebutuhan bagi masyarakat menengah,” jelas Achmad dalam keteranganya di Jakarta, Senin (9/12).
Baca juga:
Dampak PPN 12 Persen Barang Mewah, Kalangan Menengah dan Bawah Ikut Jadi Korban
Menurut Achmad, ketimbang menggunakan tarif flat sebesar 12 persen untuk semua barang mewah, pemerintah dapat memberlakukan tarif pajak progresif berdasarkan nilai barang. Semakin tinggi nilai barang, semakin besar tarif pajaknya.
“Pendekatan ini akan lebih adil dan tidak terlalu membebani kelompok masyarakat menengah,” ungkap Achmad.
Lalu, untuk mengurangi dampak negatif dari kebijakan ini, pemerintah dapat memberikan insentif bagi produsen lokal yang memproduksi barang serupa dengan barang mewah impor.
“Hal ini tidak hanya akan mendukung industri lokal tetapi juga menyediakan alternatif yang lebih terjangkau bagi konsumen,” sebut ekonom dari UPN Veteran Jakarta ini.
Achmad juga meminta, pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menaikkan harga barang secara tidak wajar.
“Pengawasan yang ketat harus dilakukan untuk menjaga keadilan dalam penerapan pajak,” imbuh Achmad.
Baca juga:
Peningkatan tarif PPN menjadi 12 persen pada barang mewah mungkin dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan negara dan mengurangi kesenjangan ekonomi.
Efek domino dari kenaikan harga barang mewah akan merembet ke berbagai sektor, melemahkan daya beli, dan memperbesar kesenjangan ekonomi.
“Oleh karena itu, pemerintah harus berhati-hati dalam merancang dan menerapkan kebijakan fiskal seperti ini,” tutup Achmad.