Pekerja Media Terkena PHK secara Tiba-tiba, Tanpa Kompensasi, Pesangon, AJI Desak Kemenaker Aktif
Kamis, 05 Juni 2025 -
MerahPutih.com - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) pada pekerja media masif terjadi di sejumlah perusahaan media nasional maupun media lokal.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, ada ratusan pekerja media yang terkena PHK dalam beberapa bulan terakhir dan kebanyakan tidak mendapat pemenuhan hak sesuai dengan aturan.
Ketua AJI, Nani Afrida menuturkan, sejumlah media arus utama yang melakukan pengurangan karyawan berdalih, PHK dilakukan karena penurunan pendapatan iklan dan perubahan strategi bisnis.
“Proses PHK kerap tidak dibarengi dengan transparansi, dialog yang memadai dengan pekerja, maupun pemenuhan hak-hak normatif pekerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan,” kata Nani kepada wartawan di Jakarta, Kamis (5/6).
Bahkan, ada media yang melakukan union busting atau melakukan pemberangusan serikat pekerja karena memperjuangkan hak-hak pekerja.
Baca juga:
Industri Perhotelan Jakarta Rasakan Penurunan Okupansi hingga Ancaman PHK Massal
"Banyak pekerja diberhentikan secara tiba-tiba, tanpa kompensasi layak, pesangon yang sesuai aturan dan tanpa ruang negosiasi," kata Nani Afrida,
Marak PHK juga memunculkan kekhawatiran terhadap keberlangsungan jurnalisme berkualitas di Indonesia.
Pekerja media yang tersisa akan menghadapi beban kerja berlebih, ketidakpastian status kerja, dan minimnya perlindungan sosial.
“Kondisi ini berpotensi mengancam independensi media dalam mengawal demokrasi,” jelas Nani.
Temuan Nani, banyak perusahaan media yang menerapkan sistem kontrak bertahun-tahun, bahkan tanpa perjanjian kerja. Kemudian juga muncul sistem kerja kemitraan, yang menempatkan jurnalis tidak lagi profesional, tetapi dibayar berdasarkan iklan yang masuk.
Ironisnya lagi, masih banyak jurnalis atau pekerja media yang dibayar di bawah UMR (upah minimum regional). Padahal seorang jurnalis seharusnya mendapatkan upah layak di atas UMR.
“Maka di revisi UU, perlu kembali memasukkan upah sektoral, agar beberapa profesi seperti jurnalis, tenaga kesehatan, guru/dosen mendapatkan upah yang layak,” tutur Nani.
Nani mendesak Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengambil langkah aktif mengawasi dan mengevaluasi praktik ketenagakerjaan di sektor media.
"Industri boleh berubah, tetapi martabat pekerja tidak bisa ditawar," kata dia. (Knu)