Pakar Budaya Sebut Wahyu Keprabon Jadi Syarat Suksesi Mangkunegaran

Minggu, 28 November 2021 - Zulfikar Sy

MerahPutih.com - Peringatan 100 hari wafatnya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunagoro IX telah dilaksanakan.

Namun demikian, untuk suksesi KGPAA Mangkunagoro X sejauh ini belum ada tanda-tanda. Sejumlah pakar dan sejarawan pun mulai angkat bicara terkait suksesi dengan menyebut wahyu keprabon jadi syarat suksesi. Wahyu keprabon adalah restu gaib dari para leluhur dan alam semesta.

Diketahui, ada tiga calon Adipati penerus KGPAA Mangkunagoro IX. Mereka adalah KRMH Roy Rahajasa Yamin, GPH Paundrakarna Jiwa, dan GPH Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo.

Baca Juga:

Peringatan 100 Hari Wafatnya KGPAA Mangkunegara IX, Mangkunegaran Gelar Tahlilan

Pakar budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Andrik Purwasito mengatakan, suksesi Adipati Mangkunegara IX ke X adalah bersatunya keinginan kontekstual dan situasional dengan wahyu keprabon atau restu gaib. Adapun suksesi bisa dari berbagai saluran, konvensional dan nonkonvensial.

"Dengan wahyu keprabon itu setidaknya bisa jadi acuan untuk suksesi Mangkunegara X," kata Andrik dalam diskusi bertema "Menyoal Suksesi di Pura Mangkunegaran. Wahyu Keprabon untuk Siapa?" di Sahid Hotel Solo, Sabtu (27/11).

Dia mencontohkan, kala seorang "pejudi" Ken Arok dan buka siapa-siap, tiba-tiba ditemukan seorang Brahmana asal India Lohgawe sehingga bisa menjadi Raja Singasari pertama bergelar Sri Rajasa Bathara Sang Amurwabhumi pada tahun 1222-1227.

"Saat itu, sosok Lohgawe melegitimasi seorang penjudi menjadi raja. Akhirnya Ken Arok jadi Raja beneran. Lohgawe bilang, 'Kamu (Ken Arok) sekarang jadi anak Wisnu'," kata dia.

Diskusi publik terkait suksesi Mangkunegaran Sahid Hotel Solo. (MP/Ismail)
Diskusi publik terkait suksesi Mangkunegaran Sahid Hotel Solo. (MP/Ismail)

Dalam hal ini, ia tidak ingin ikut campur soal suksesi Mangkunegaran. Hanya saja, ada kebiasaan-kebiasaan yang terjadi di lingkungan Jawa yang bisa dilihat sebagai orang yang akan mendapatkan tahta.

"Sosok adipati dan raja dengan masyarakat itu bagaikan keris dan warangka. Raja itu keris, sementara masyarakat itu warangka atau selubung yang terbuat dari kayu," kata dia

Baca Juga:

Suksesi Mangkunegara, 2 Pangeran Bisa Memimpin Bersama

Lebih lanjut, dia menjelaskan, ada sejumlah syarat wahyu keprabon jatuh kepada sosok calon raja. Di antaranya wicaksono atau unggul dalam pengetahuan lahir dan batin, berpandangan jernih, waskito, yakni mampu merasakan hal yang gaib, bisa memberantas kejahatan, tutur bahasa halus.

Tak berhenti sampai situ, ia menegaskan wahyu keprabon di antaranya suka bersedekah, tegar dan tegas, juga berani melawan kejahatan.

"Itulah yang akan ketiban wahyu keprabon. Ada spirit wicaksono artinya cenderung orang yang bijaksana," katanya.

Ia menyebut, wahyu keprabon itu memilih. Artinya, jika diberikan orang sembarangan tidak mungkin.

Sementara, pengamat sejarah Raden Surojo mengatakan, melihat rekaman sejarah pola suksesi di Pura Mangkunegaran berbeda jauh dengan Keraton Surakarta Hadiningrat. Di mana di keraton, harus sesuai garis keturunan raja secara langsung. Sementara di Pura Mangkunegaran tidak menganut pola keturunan secara langsung.

"Suksesi di Mangkunegaran sesuai pada realita yang dihadapi. Yakni pola situasional. Bukan karena keturunan, bukan seperti Keraton Surakarta dengan pola garis (keturunan) langsung," papar dia. (Ismail/Jawa Tengah)

Baca Juga:

Kemen PUPR Restorasi Pura Mangkunegaran dengan Anggaran Rp 18 Miliar

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan