Orang Sering Angkat Piala Bisa Tidak Bahagia

Rabu, 17 Mei 2023 - Ikhsan Aryo Digdo

ORANG yang sering 'angkat piala' atau berprestasi tinggi berjuang untuk mengejar kebutuhan mereka yang tak terpuaskan akan pencapaian. Tak jarang, untuk meraih tujuan-tujuan itu mereka rela untuk kehilangan hubungan mereka dengan orang lain, waktu luang, serta pemenuhan kebutuhan fisik dan emosional.

Orang-orang berprestasi seringkali terjebak dalam sebuah paradoks. Sementara mereka membuat pengorbanan besar, prestasi mereka menjadi sangat kurang berharga setelah berhasil tercapai.

Baca Juga:

Mengorbankan Waktu demi Angkat Piala

Menurut Sabrina Romanoff, Psy.D., seorang psikolog, peneliti, pendidik, dan penulis asal New York dalam tulisannya pada laman Psychology Today, masalah dari pola hidup orang-orang berprestasi adalah ketidakpuasan.

“Tiang gawang terus bergerak, selalu ada lebih banyak gelar untuk diraih, organisasi untuk diikuti, promosi untuk diraih, dan posisi dewan untuk diterima,” tulisnya.

ketika seseorang terlalu terjebak dalam hasil di masa depan, mereka mungkin melekat pada ilusi kesempurnaan yang tak terjangkau. (Foto: Unsplash/Jakob Owens)

“Mereka menginvestasikan sebagian besar energi mereka untuk menemukan kepuasan melalui daftar penghargaan yang tak terbatas. Sebaliknya, penting bagi mereka untuk mengalihkan fokus ke rasa kekurangan yang terus-menerus mempertahankan dorongan ini,” sambung Romanoff.

Sementara pencapaian tujuan itu sendiri memotivasi, proses pencapaian tujuan juga erat kaitannya dengan nilai instrumental yang mendasari seseorang untuk meningkatkan harga diri.

“Konsep diri mereka menjadi kaleidoskopik, terus berubah dan menciptakan kondisi baru untuk membuktikan nilai diri mereka kepada orang lain,” paparnya.

Baca Juga:

Angkat Piala pada Lima Destinasi Wisata Super Prioritas Indonesia

Pada akhirnya, pengejaran tujuan-tujuan ini secara tidak langsung hanyalah upaya untuk menyelesaikan perasaan tidak berharga, kecewa atau tidak merasa cukup dengan apa yang sudah ada.

Kekecewaan yang membingungkan ini rupanya memiliki nama. Umumnya dikenal sebagai The Arrival Fallacy, ini adalah jebakan pemikiran psikologis yang melekat kuat dengan orang-orang berprestasi tinggi.

Proses pencapaian tujuan juga erat kaitannya dengan nilai instrumental yang mendasari seseorang untuk meningkatkan harga diri.(Foto: Unsplash/Annie Spratt)

Mengutip Melody Wilding, The Arrival Fallacy adalah sebuah istilah yang diperkenalkan oleh pakar psikologi positif Tal Ben-Shahar dalam bukunya Happier. The Arrival Fallacy beroperasi berdasarkan gagasan bahwa dalam proses bekerja menuju suatu tujuan, seseorang berharap bahwa dirinya akan benar-benar mencapai target yang telah ia tentukan.

Di sisi lain, ketika seseorang terlalu terjebak dalam hasil di masa depan, mereka mungkin melekat pada ilusi kesempurnaan yang tak terjangkau. Pada akhirnya, ketakutan lah yang berperan dalam mempertahankan siklus ini. Jika mereka merasa terlalu nyaman dan berpuas diri, mereka khawatir akan kekurangan motivasi untuk sukses.

Lantas apa yang bisa dilakukan bila seseorang merasa berada pada siklus tersebut?

Sebaliknya, orang harus belajar bahwa mereka dapat mencapai tujuan mereka dan lebih banyak lagi jika mereka mulai menyalurkan energi dan ruang mental yang dikonsumsi dengan mempertahankan keyakinan defisit menuju area yang lebih produktif. Dengan begitu, mereka dapat mulai bekerja lebih cerdas, bukan bekerja lebih keras untuk mencapai hal-hal yang penting bagi mereka. (dsh)

Baca Juga:

Busana Desainer Indonesia Angkat Piala di Kancah Dunia

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan