Ojung, Ritual Orang Madura Memanggil Hujan

Minggu, 12 Januari 2025 - Dwi Astarini

MERAHPUTIH.COM - SAAT musim kemarau tiba dan air menjadi sulit, orang Madura menggelar ritual Ojung. Ritual ini berupa permainan rakyat Madura yang berkembang di kawasan pantai utara bagian timur Pulau Madura, yaitu di Desa Aeng Merra, Kecamatan Batopote, Kabupaten Sumenep.

Permainan yang diiringi doa-doa ini dilakukan masyarakat sebagai persembahan meminta turun hujan. Ritual ini menjadi khas di Madura karena kawasan tersebut kering.

Untuk memainkan ritual Ojung, diperlukan dua orang pemuda atau lebih dengan jumlah yang seimbang atau disebut se sagan-ding (sebanding). Mereka nantinya akan saling pukul memakai ikatan rotan dengan perlengkapan perlindungan yang sederhana pada bagian tubuh yang vital.

Pemain Ojung dahulunya tidak dipilih, tapi mengajukan diri sebab memerlukan kesediaan diri sendiri. Usia para pemainnya sekitar 17 tahun ke atas, dan hanya terdiri dari para pemuda.

Baca juga:

'Warung Madura' Mejeng di Jersey Terbaru Madura United



Mereka ialah para pemuda yang sehat, tangguh karena sudah terlatih untuk bermain Ojung. Permainan tidak diperuntukan bagi perempuan karena ritual Ojung berbahaya. Para pemain akan tampil bertelanjang dada. Pemain juga dibekali alat pelindung kepala yang disebut bukot dari anyaman daun kelapa, kemudian dilapisi lagi dengan karung goni (rangkap satu) diikat dengan tali se­hingga membundar dan di bagian muka diberi tali temali pelindung. Bagian muka akan terbuka untuk dapat melihat sasaran.

Bagian lengan kiri peserta dilapisi sarung untuk perisai perlindungan diri. Termasuk dililitkan pada bagian kemaluan untuk melindungan alat vital dari risiko terkena pukulan. Sebagai alat bertarung, peserta membawa alat pemukul yang terbuat dari ikatan beberapa batang rotan. Panjang alat pemukul tersebut sekitar 1 meter. Setiap peserta mem­bawa alat pemukulnya sendiri, yang nanti diperiksa Babuto atau wasit. Babuto ialah sosok orang yang punya kekuatan magis yang mempu memimpin ritual Ojung ini.

Para pemain akan dikumpulkan di lapangan seluas 9 meter persegi sebagai arena. Setelah pemain memastikan keamanan dirinya, sang Babuto maju ke arena, memilih pasangan yang akan ber­tanding. Keduanya harus se seganding. Babuto membawa kedua pemain Ojung ke arena. Keduanya memberikan aba-aba duduk berjongkok berhadapan, dengan memegang alat pemukulnya sambil membaca doa.

Setelah itu, Babuto menyuruh kedua pemain berdiri sambil berhadapan. Sambil memberi nasihat, Babuto mengingatkan peserta mengenai peraturan-peraturan permainan, salah satunya tidak boleh memukul bagian wajah, termasuk menyerang mata lawan. Pemain tidak boleh mengikuti nafsu marah. Da­lam permainan ini, tak ada yang kalah dan yang menang sebab tujuannya yakni rokkadda somor menta’ o jari (sela­matan minta turunnya hujan). Barulah ritual dimulai.

Selama ritual berlangsung, Babuto memberikan ucapan-ucapan bersifat humor sehingga sering menimbulkan gelak tawa para penonton.Untuk menambah keseruan pemain, penampilan ritual ini diiringi gamelan yang disebut okol terus menggema.

Iringan musik ini sangat berpengaruh bagi ritual Ojung. Semakin mengema bunyi okol, makin se­mangat para pesertanya. Makin seru permainannya, makin tebal harapan penduduk desa tersebut akan terkabulnya per­mohonan mereka bahwa hujan akan segera turun, bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.(tka)

Baca juga:

Kehangatan Khas Ala Warung Madura

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan