Menkeu: Potensi Pembalikan Arah Ekonomi di Triwulan IV-2021

Senin, 25 Oktober 2021 - Alwan Ridha Ramdani

MerahPutih.com - Ekonomi triwulan III-2021 diproyeksi tumbuh 4,3 persen atau membaik dari minus 3,5 persen pada triwulan III-2020.

"Memang dibanding triwulan II-2021 menurun, tetapi kalau dilihat pada triwulan III-2021 kita mengalami varian Delta yang sangat tinggi namun ternyata koreksinya tidak terlalu dalam," ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KITA Edisi Oktober 2021 secara daring di Jakarta, Senin (25/10).

Baca Juga:

Tidak Ada Gelombang 3 COVID-19, Ekonomi Bisa Tumbuh

Sementara untuk pertumbuhan ekonomi pada keseluruhan 2021, diperkirakan berada di kisaran empat persen, seiring dengan kinerja ekonomi yang menunjukkan pemulihan secara gradual dan perlu terus dipertahankan dengan upaya pengendalian COVID-19 yang komprehensif.

Permintaan domestik memang sempat tertahan pada triwulan III-2021 akibat penerapan restriksi mobilitas di Juli-Agustus. Namun aktivitas dan sektor terkait ekspor mampu tumbuh tinggi dan menopang kinerja ekonomi triwulan ketiga thun ini.

Namun, perbaikan ekonomi hingga akhir tahun ini, kata Menkeu, akan ditopang potensi pembalikan arah ekonomi di triwulan IV-2021 dengan pola aktivitas yang lebih normal.

Meski demikian, eskalasi risiko global harus terus diwaspadai, terutama dari faktor rebalancing China, Amerika Serikat, dan Eropa, serta potensi peningkatan kasus COVID-19 domestik di akhir tahun ini.

"Semuanya ini akan mempengaruhi outlook di triwulan keempat dan terutama untuk 2022," kata Sri Mulyani.

Sementara itu, aliran modal asing tercatat masuk senilai Rp9,9 triliun di pasar saham selama Oktober 2021.

Ekspor. (Foto: Antara)
Ekspor. (Foto: Antara)

"Di pasar saham memang masih terdapat modal asing masuk (inflow) sejak September 2021 yakni Rp 4,3 triliun dan kemudian meningkat lagi di Oktober 2021," kata Menkeu.

Meski begitu, terjadi aliran dana keluar (outflow) di pasar surat berharga negara (SBN) senilai Rp 18,7 triliun pada September 2021, yang kemudian menurun menjadi Rp 2,6 triliun di Oktober 2021.

Penyebabnya, tekanan dari global yaitu kenaikan imbal hasil atau yield surat utang Amerika Serikat (AS) dan kemungkinan terjadinya pengurangan pembelian aset (tapering) oleh Bank Sentral AS, The Fed. (Asp)

Baca Juga:

Rantai Pasok Bermasalah, IMF Pangkas Pertumbuhan Ekonomi Asia

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan