Masyarakat Kena 'Trigger' Obat COVID-19 Gegara Terpancing Pernyataan Menhub Hingga Ma'ruf Amin
Senin, 10 Agustus 2020 -
Merahputih.com - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mengatakan, salah satu penyebab utama banyaknya klaim obat COVID-19 tak lepas dari pemerintah yang kerap kali melakukan blunder ketika mengeluarkan pernyataan terkait penanganan COVID-19.
"Contoh buruk dalam merespons virus corona, nasi kucing anti corona, doa qunut anti corona, ada jamu pancasila, sampai terakhir kalung ecalyptus oleh Menteri Pertanian," ujar Tulus dalam konferensi pers virtual, Senin (10/8).
Lelucon 'nasi kucing anti Corona' merupakan pernyataan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi ketika Indonesia baru diserang pandemi COVID-19. Tak lama setelah itu, Budi Karya justru positif COVID-19.
Baca Juga
Selain Dany Anwar, Satu Anggota DPRD dari PAN juga Positif COVID-19
Sementara 'doa qunut anti corona' dilontarkan Wakil Presiden Ma'ruf Amin yang pada medio Februari lalu mengklaim Corona tersingkir dari Indonesia lantaran banyaknya kiai dan ulama yang selalu membaca doa qunut.
Nah, untuk 'jamu pancasila', beberapa waktu lalu digaungkan oleh seorang perwira tinggi TNI AL yang mengaku punya ramuan herbal untuk mengatasi pandemi virus Corona (COVID-19) di Indonesia. Dia adalah Laksma TNI Dr Suradi.
Soal kalung ecalyptus, digembar-gemborkan bisa mematikan virus corona belum lama ini. Balitbang Kementan bahkan mengklaim kalung ini sudah teruji di laboratorium Balitbangtan.
Sehingga, berbagai pernyataan pemerintah tersebut kemudian membuka ruang untuk hadirnya disinformasi di kalangan masyarakat. Seperti halnya, klaim vaksin COVID-19 yang marak bermunculan.
"Selevel pejabat publik memberikan contoh yang kurang baik, kurang produktif, kurang mencerdaskan. Sehingga kalau saat ini ada klaim-klaim bermunculan, itu efek itu semua," tutur Tulus.
Tulus juga menyoroti berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam meredam dampak COVID-19. Pemerintah dinilai sudah terlalu fokus terhadap pemulihan ekonomi. Namun, hal tersebut justru mengakibatkan jumlah positif terus bertambah. Pada saat bersamaan, perekonomian nasional juga mengalami penurunan yang dalam.
"Sekarang faktanya pertumbuhan ekonomi (kuartal II-2020) minus 5,3 persen, sekarang diambang resesi. Artinya, manajemen penanganan wabah, pemerintah terlalu keliru dengan terlalu fokus pada ekonomi," ucapnya.

Terkait buruknya politik manajemen penanganan wabah, Tulus menilai bahwa Pemerintah kedodoran karena terlalu terfokus untuk memilih antara aspek kesehatan dan ekonomi.
"Hasilnya kita tahu semua, COVID-19 semakin luas dan pertumbuhan ekonomi nyungsep, yang dulu digadang-gadang aman, toh sekarang faktanya minus 5,13 persen dan kita juga di ambang resesi," ujarnya.
Selain itu, Tulus menilai beberapa pejabat publik di awal pandemi ikut memberikan respon yang buruk dalam menanggapi COVID-19.
Sementara dari sisi psikologi konsumen, Tulus mengatakan ada tekanan psikologis di masyarakat akibat ketakutan terinfeksi COVID-19 dan belum ketersediaannya obat atau vaksin. Hal ini menyebabkan banyak orang mencari jalan keluarnya sendiri.
"Konsumen juga mengalami tekanan ekonomi yang sangat dalam," tambahnya.
Di sisi lain, masih banyak konsumen yang belum paham mengenai literasi terhadap produk obat, jamu, dan herbal. Sehingga, banyak masyarakat kurang paham mengenai klaim obat atau jamu. Tulus juga mengatakan bahwa klaim berlebihan sesungguhnya sudah ada sejak sebelum adanya pandemi.
Baca Juga
RS Darurat Wisma Atlet Berhasil Sembuhkan 4.520 Pasien COVID-19
Ditambah lagi dengan adanya fenomena endorsement tokoh publik untuk produk tertentu yang belum terbukti mengantongi izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. Namun menurut Tulus, fenomena-fenomena ini belum disertai penegakan hukum yang optimal.
"Kasus-kasus yang masuk ranah hukum selama ini divonis secara ringan. Pelanggaran-pelanggaran pidana terkait dengan obat dan sejenisnya yang kemudian terjadi sampai ke proses hukum, kami monitor, hasilnya tidak optimal karena vonisnya ringan sehingga tidak menjerakan pelakunya," kata Tulus. (Knu)