Makna Hidup di Balik Filosofi Tumpeng Bu Djuminten
Kamis, 17 Maret 2016 -
MerahPutih Kuliner- Warung makan Bu Djuminten tidak saja terkenal dengan variasi menu makanan tradisional khas Yogyakarta. Menu makanan yang disajikan di warung yang sederhana itu kaya dengan warisan leluhur yang memang sengaja diwariskan oleh eyang Djuminten kepada penerusnya.
Warisan luhur yang terus dipelihara dan dilestarikan generasi Bu Djuminten melalui tradisi masakan Yogyakarta yang cukup populer, yaitu Gudeg dan Tumpeng.
Hernawan Eddy, menantu sekaligus pemilik warung makan Bu Djuminten menuturkan meskipun menu Gudeg serupa pada umumnya, namun di warung Bu Djuminten Gudeg bisa sangat berbeda pada model penyajiannya.
"Di warung Bu Djuminten menu Gudeg itu diletakan dalam tatakan kendil khusus setelah melewati sejumlah proses dapur. Gudeg kemudian dipisahkan dari lauknya, seperti telur , ayam dan lainnya," ungkap Hernawan kepada merahputih.com, Kamis (17/3).
Selain menjajakan menu andalan Gudeg Kendil, warung yang berlokasi di jalan Sumatera Raya Blok G1, Nusaloka BSD, Tangerang Selatan ini, memiliki menu andalan lain yang cukup populer, Tumpeng dengan berbagai kreasi yang menarik.
Hernawan mengatakan tumpeng yang di buat warung Bu Djuminten memiliki filosofi tersendiri sebagai pengejawantahan nilai-nilai relijius dalam bentuk tumpeng.
"Tumpeng kan berbentuk kerucut, dan biasanya yang memesan tumpeng adalah orang yang akan melakukan acara ceremoni, seperti hajatan kenaikan pangkat, pindahan rumah baru atau selamatan lainnya."
Nah, Perlu dipahami apa makna simbolis yang terkandung dalam tumpeng itu. Menurutnya makna tumpeng itu adalah simbolisasi doa seorang hamba kepada Tuhannya yang tergambar dari mengerucutnya tumpeng. Ia meyakini segala sesuatu itu berasal dari yang atas dan yang satu, itulah simbolisasi pucuk tumpeng tersebut.
Sementara, berbagai lauk yang disajikan bersama Tumpeng merupakan simbolisasi keberagaman kehidupan dunia yang harus selalu harmonis dan seimbang.
"Ada sebagian orang Jawa meletekan tujuh macam sayuran bersama Tumpeng, maksudnya ialah meminta pertolongan kepada Tuhan yang kuasa. Tujuh dalam bahasa Jawa Pitu, simbolisasi sayuran atau kembang tujuh rupa itu berasal dari bahasa Jawa Pitu yang di maknai sebagai pitulungan yang berarti meminta pertolongan," terangnya.
Begitulah filosofi yang terus dijaga keluarga Bu Djuminten melalui berbagai simbolisasi menu makanan khas Yogyakarta yang masih terus dilestarikan hingga ke anak cucu nanti.
BACA JUGA:
- Pejabat Pusat Hingga Daerah Kerap Melahap Gudeg Bu Djuminten
- Nikmatnya Gudeg Kendil Bu Djuminten
- Besok, Harga Gudeg Cuma Rp3.000 di Festival Gudeg Yogyakarta
- Anggrek Jadi Motif Khas Batik Tangerang Selatan
- Rekreasi Keluarga di Hutan Kota Jombang Tangerang Selatan