Luhut Ultimatum Perusahaan Farmasi Jangan Keruk Untung Mainkan Harga Jual Obat Corona
Senin, 05 Oktober 2020 -
MerahPutih.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Wakil Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) memperingatkan produsen obat COVID-19 dalam negeri tidak mainkan harga jual di pasaran.
Menurut dia, perusahaan seperti Kalbe Farma, Bio Farma, Indo Farma dan perusahaan farmasi lainnya jangan buat harga yang terlalu tinggi.
"Sesuai kewajaran saja karena ini masalah kemanusiaan dan tolong perhatikan kondisi ekonomi masyarakat yang sedang sulit saat ini,” ujar Luhut kepada wartawan dalam diskusi virtual di Jakarta, Senin (5/10).
Baca Juga
Pemerintah, menurut Menko Luhut telah memiliki kumpulan data mengenai harga obat berbasis Free on Board (harga barang di tempat asal) dari negara-negara eksportir seperti India, Tiongkok dan Jerman.
"Database ini akan digunakan untuk mengevaluasi kewajaran harga obat-obatan COVID-19 yang ada di pasar, dan saya minta pak Terawan (Menkes) untuk mengawasi secara ketat hal ini,” katanya.
Dia melanjutkan kebijakan ini sangat perlu dilakukan khususnya untuk obat-obat yang bahan bakunya masih diimpor dari luar negeri atau obat yang masih belum mampu diproduksi dalam negeri.
“Saya titip agar pak Terawan dan Prof. Kadir (Plt. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan) cek lagi harga di pasaran dan obat mana yang bisa segera diproduksi dalam negeri,” bebernya.

Luhut juga meminta Kemenkes memastikan ketersediaan obat-obatan COVID-19 paling tidak hingga akhir tahun ini. Menurut Luhut, timnya masih menemukan beberapa rumah sakit yang mengalami kesulitan untuk memperoleh Favipiravir, Remdesivir dan Actemra.
"Saya ingin agar kelangkaan ini bisa segera diselesaikan. Saya akan cek secara regular terkait hal ini, pokoknya jangan sampai ada orang mati karena tidak memperoleh obat tepat waktu," ujarnya.
Kemudian, Meuhut juga minta Kementerian BUMN turut memastikan ketersediaan obat-obatan virus corona ini. Selain itu, agar tidak terjadi pemesanan ganda, Luhut pun meminta agar Kementerian BUMN melakukan sinkronisasi kebijakan pemesanan obat antara pemerintah pusat dan daerah.
"Saya melihat Kemenkes sudah mengalokasikan anggaran untuk ini namun pemerintah daerah melalui APBD juga menganggarkan. Oleh karena itu, perlu ada sinkronisasi anggaran antara pusat dan daerah dalam pengadaan obat ini," jelas dia.
Dalam keterangan yang sama, Terawan melaporkan bahwa pengadaan obat dan alat kesehatan sesuai protokol standar penanganan pasien COVID-19 sudah dilakukan sesuai jadwal dan alokasi kebutuhan.
Namun demikian, dia mengakui bahwa untuk pengadaan alat High Flow Nasal Cannula masih belum sepenuhnya mampu dipenuhi oleh produsen dalam negeri.
Baca Juga
"Alkes High Nasal Canulla untuk sementara produsen dalam negeri hanya mampu menyediakan 300 alat, sedangkan 1000 alat sisanya masih saya cari dari luar negeri," bebernya kepada Luhut.
Luhut mengarahkan Terawan untuk terus mendorong pengadaan alat dari dalam negeri dulu baru impor bila memang kondisi mendesak. (Knu)