KPK Kirim Politisi PAN ke Lapas Sukamiskin

Selasa, 16 Mei 2017 - Noer Ardiansjah

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengirim seorang politisi partai ke Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Kali ini, mantan Ketua Kelompok Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di Komisi V DPR, Andi Taufan Tirto dieksekusi oleh KPK terkait tindak pidana korupsi di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Kami lakukan eksekusi terhadap Andi Taufan Tiro yang sudah divonis bersalah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan hukuman 9 tahun penjara. Kami bawa ke Sukamiskin untuk dilakukan eksekusi lebih lanjut, tadi sore kami dapat informasi itu," kata Juru Bicata KPK, Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin (15/5).

Sebelumnya, politisi PAN itu divonis sembilan tahun penjara dan pencabutan hak politik karena dinilai terbukti menerima suap senilai Rp7,4 miliar terkait program dana aspirasi proyek pembangunan jalan di Kementerian PUPR.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Andi Taufan Tiro terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan pertama. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Andi Taufan Tiro selama 9 tahun penjara, dan ditambah denda Rp1 miliar dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama enam bulan," kata Ketua Majelis Hakim, Fazhal Hendri di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (26/4).

Vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang meminta agar Andi Taufan divonis 13 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Selain itu, hakim juga mencabut hak politik Andi Taufan lima tahun setelah menyelesaikan hukuman pidananya terkait kasus program dana aspirasi proyek pembangunan jalan di Kemen PUPR.

"Menjatuhkan pidana tambahan berupan pencabutan hak untuk tidak dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun setelah pidana pokok selesai dijalankan," tambah hakim Fazhal.

Pencabutan hak politik itu dikarenakan Andi Taufan telah menggunakan uang yang ia dapat dari APBN untuk kepentingan dirinya sendiri.

Majelis hakim menilai Andi Taufan terbukti menerima Rp3,9 miliar dan 257.661 dolar Singapura atau setara Rp2,5 miliar dari Abdul Khoir selaku Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama dan 101.807 dolar Singapura atau setara Rp1 miliar dari Hengky Poliesar selaku Direktur Utama PT Martha Tehnik Tunggal sehingga totalnya Rp7,4 miliar.

Sumber: ANTARA

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan