Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Temukan Dugaan Korupsi Proyek PDNS di Kominfo yang Rugikan Negara Ratusan Miliar
Jumat, 14 Maret 2025 -
MerahPutih.com - Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) periode 2020-2024. Kasus ini diduga merugikan negara ratusan miliar.
“Kami tengah melakukan penyidikan terhadap perkara tersebut," kata Kasi Intel Kejari Jakpus Bani Immanuel Ginting dalam keterangannya pers, Jumat (14/3).
Bani menerangkan kasus ini bermula pada 2020, di mana saat itu Kominfo melakukan pengadaan barang dan jasa PDNS senilai Rp 958 miliar.
Dalam prosesnya, ada dugaan pengkondisian pemenang kontrak PDNS antara pejabat Kominfo dengan pihak swasta yakni PT Aplikanusa Lintasarta (AL).
Saat ini Kominfo sudah berganti nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Pengkondisian ini disebut Bani berlangsung selama 5 tahun.
Baca juga:
Mantan Komisaris Utama Pertamina Ahok Diperiksa Sebagai Saksi Korupsi Pertamina di Kejagung
Berikut rinciannya:
2020: Terdapat pejabat dari Kominfo bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT.AL dengan nilai kontrak Rp 60.378.450.000.
2021: Perusahaan swasta yang sama memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp 102.671.346.360.
2022: Terdapat adanya pengkondisian lagi antara pejabat di Kominfo dengan perusahaan PT AL untuk memenangkan perusahaan yang sama dengan cara menghilangkan persyaratan tertentu sehingga perusahaan tersebut dapat terpilih sebagai pelaksana kegiatan tersebut dengan nilai kontrak Rp 188.900.000.000.
2023: Memenangkan pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak senilai Rp 350.959.942.158.
2024: Pada 2024, ada nilai kontrak senilai Rp 256.575.442.952, di mana perusahaan tersebut bermitra.
Bani mengatakan perusahaan tersebut bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301 berdasarkan pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran.
Hingga, pada Juni 2024, terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposenya data diri penduduk Indonesia.
"Meskipun anggaran pelaksanaan pengadaan PDSN ini telah menghabiskan total sebesar lebih dari Rp 959 miliar," kata Bani.
Akan tetapi, katanya, pelaksanaannya tidak sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
Jaksa juga telah menggeledah beberapa lokasi di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bogor hingga Tangerang Selatan terkait kasus ini. Dari penggeledahan itu, jaksa menyita mobil, uang, dokumen, bangunan hingga barang elektronik.
"Diperkirakan menimbulkan kerugian keuangan negara dalam jumlah ratusan miliar," kata Bani. (Knu)