Jam Matahari Masjid Agung Keraton Surakarta Peninggalan PB VIII

Kamis, 15 April 2021 - Muchammad Yani

MASJID Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningkrat menjadi salah satu masjid tertua di Kota Solo. Di masjid tersebut terdapat jejak peninggalan Raja Paku Buwono (PB) VIII berupa jam Istiwa atau jam Matahari yang dibuat Tahun 1855 masehi.

Meskipun sudah lama dibangun dan berada di halaman masjid, jam matahari tersebut tetap dalam kondisi bagus. Jam matahari tersebut dulunya digunakan sebagai pedoman dalam menentukan salat.

Baca juga:

Sejarah Eratnya Hubungan Masjid Agung dan Keraton Kasunanan Solo

Untuk menjaga agar terjaga dan tidak rusak, Jam Istiwa diletakkan di atas tembok dan ditutup dengan kaca bening. Sehingga masyarakat masih bisa melihat dan tahu cara kerja peninggalan sejarah ini.

Petugas Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningkrat menyemprot masjid dengan disinfektan. (Foto: MP/Ismail)
Petugas Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningkrat menyemprot masjid dengan disinfektan. (Foto: MP/Ismail)

"Jam matahari ini meskipun sudah puluhan tahun masih bisa berfungsi dengan baik," ujar Kepala Tata Usaha Masjid Agung Surakarta Muhammad Alif, Rabu (14/4).

Dikatakannya, jam matahari tersebut saat ini masih digunakan untuk menentukan waktu salat dzuhur dan salat asar. Cara kerjanya menggunakan cahaya matahari langsung.

Baca juga:

Mengenal Kampung Muslim Loloan di Pulau Bali

"Jam yang disebut juga jam bencet ini.merupakan jam yang memanfaatkan bayangan paralel sinar matahari," katanya.

Terkait bentuk jam, kata dia, cekungan setengah silinder berbahan tembaga dan terdapat garis-garis yang disertai angka 1 hingga 12. Pada jam tersebut dilengkapi juga jarum yang posisinya dipasang horizontal mengarah utara selatan.

Jam matahari di Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menjadi saksi sejarah PB VIII, Rabu (14/4). (Foto: MP/Ismail)
Jam matahari di Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menjadi saksi sejarah PB VIII, Rabu (14/4). (Foto: MP/Ismail)

"Bayang-bayang dari jarum tersebut mempunyai arah jatuh dan diartikan waktu tertentu, terutama menunjukkan waktu angka 12 siang saat matahari tegak lurus dengan bumi saat waktu dzuhur dikumandangkan," papar dia.

Ia menjelaskan penggunaan jam istiwa ini dikomparasikan atau dicocokan dengan waktu shalat yang ditunjukkan berdasarkan Greenwich Mean Time (GMT) yang menjadi patokan utama. Terkait selisih sekitar 20 menit antara GMT dengan jam istiwa.

"Tidak semua Masjid Agung di daerah di Jawa Tengah memilikinya. Yang masih ada itu di Solo serta Pekalongan. Keberadaannya sudah pada sejak Masjid Agung Surakarta berdiri atau dimasa PB VIII sekitar tahun 1855," tandasnya. (Ismail/Jawa Tengah)

Baca juga:

Alun-Alun Kidul Keraton Kasunanan Surakarta, Tempat Nongkrong Sambil Melihat Kerbau Bule

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan