ISIS Terlahir Dari Krisis Politik Timur Tengah

Sabtu, 14 Maret 2015 - Bahaudin Marcopolo

MerahPutih Nasional - Dalam beberapa pekan terakhir publik tanah air dihebohkan dengan hilangnya 16 Warga Negara Indonesia (WNI) di Istanbul, Turki. Otoritas keamanan tanah air sendiri menduga kuat, hilangnya 16 WNI tersebut diduga kuat hendak bergabung dengan gerakan Islam radikal Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS). (Baca:Wawan Purwanto: ISIS Tawari WNI Gaji Rp 140 Juta)

Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Irjen Pol (Purn) Ansyaad Mbai sendiri menegaskan dari 16 orang WNI yang hilang, 6 diantaranya memiliki kaitan dengan jaringan teror di tanah air. (Baca:John Brennan: ISIS Perluas Jaringan Lebih dari 90 Negara)

"Enam orang dari kelompok itu ada kaitan dengan jaringan teror di Indonesia," kata Purnawirawan jenderal polisi bintang dua beberapa waktu silam.

Ditepi lain pengamat teroris Wawan Purwanto menegaskan bahwa selain motif agama dan keyakinan, ada motif lain yang membuat banyak orang berminat bergabung dalam gerakan Islam radikal tersebut. Motif itu adalah motif ekonomi. (Baca:12 Juta Dolar Tebusan Keluar Anggota ISIS)

Wawan menegaskan gerakan Islam radikal ISIS memberikan janji manis dan menawari gaji kepada siapapun yang berminat bergabung dalam organisasinya. Jumlah gaji yang ditawarkan cukup menggirkan kisaran Rp 20 juta hingga Rp 140 juta.

"Itu kan tawaran yang menggiurkan," kata Wawan saat dihubungi merahputih.com beberapa waktu silam. (Baca:Cegah Paham ISIS, TNI akan Lakukan Sosialisasi)

Lantas dari manakan gerakan ISIS lahir dan berasal ?

Seperti dilansir dari NU Online, Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) KH. As'ad Said Ali menjelaskan kemunculan ISIS berawal dari krisis politik yang terjadi di negara-negara Timur Tengah, semisal konflik Sunni-Syiah, proses demokratisasi dan sebagainya. Persoalan semakin pelik ketika para negara-negara barat memberikan dukungan terselubung terhadap gerakan Islam radikal tersebut. Dukungan yang diberikan negara-negara barat bukan tanpa alasan, selain isu perdagangan senjata, isu lain yang krusial adalah isu energi, khususnya minyak.

"Apa mungkin ISIS kuat tanpa senjata," kata As'ad Ali dalam sebuah dialog di Kampus UI, Salemba beberapa waktu silam. (Baca:ISIS Raup Keuntungan Rp30 Miliar per Hari)

Lebih lanjut Wakil Ketua Umum PBNU menambahkan, pada awalnya gerakan Islam radikal ISIS lahir dari sebuah gerakan islam radikal yang berniat menumbangkan pemerintahan Yordania. Mereka tergabung dalam sebuah gerakan bernama Jammah Tauhid wal Jihad (JTW) pimpinan Abu Mus'ab Al-Zarqawi(Baca:BNPT: Waspadai 9.800 Website Teroris ISIS)

Dalam perjalanannya gerakan radikal JTW berpindah-pindah markas. Pada tahun 2003 saat Presiden Irak Saddam Husein jatuh, JTW pindah ke Irak dan menjadikan Amerika Serikat (AS) sebagai target utama yang harus ditumpas.

Pada tahun 2004, JTW memproklamirkan diri sebagai bagian integral Al-Qaeda, kemudian mengubah nama menjadi Al Qaeda Irak (AQI). Target mereka tetap sama, mendirikan Khilafah Islamiyah dan mengusir tentara Amerika Serikat yang dianggap sebagai penjajah. (Baca:Teroris Rekrut Anggota melalui Internet)

"Kemudian pada tahun 2005 Abu Mus'ab al Zarqami meninggal dan digantikan oleh Abu Ayub al Masri. Pada Oktober 2006 Abu Ayub al Masri mendeklarasikan Negara Islam Irak atau Daulah Islamiyah fil Iraq (ISI)," sambung Alumnus Ponpes Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta.

Seiring dengan berjalannya waktu, kekuatan militer AQI dan ISI semakin berkembang kuat. Mereka berhasil merekrut banyak orang dari berbagai negara, sebut saja Syiria, Checnya, Yordania, Arab Saudi dan Mesir. Pada tahun 2009 AQI berhasil merekrut pasukan dari Irak.

Selanjutnya pada tahun 2010, kedua pimpinan AQI, Abu Ayub al Masri dan Abu Umar al-Baghdadi meninggal dunia. Keduanya terbunuh dalam peperangan pada tahun 2010. Dalam posisi kekosonga pemimpin itulah para serdadu AQI dan ISI segera berembuk untuk menentukan siapa pemimpin mereka.

Walhasil terpilihlah nama Abu Bakar Al-Baghdadi. Pada tahun 2013, pria dengan jubah hitam dan berjenggot lebat ini segera memproklamirkan terbentuknya gerakan Islam radikal bernama Islamic State of Iraq and Levent (ISIL) yang juga nama lain dari ISIS. (bhd)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan