INDEF: Rupiah Tersungkur, Pemerintah Jangan Cuek
Sabtu, 14 Maret 2015 -
MerahPutih Keuangan - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus melemah. Hal ini dipicu ketergantungan industri nasional atas bahan baku impor.
Menanggapi hal tersebut Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati menilai melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dipicu dari ketergantungan industri yang ada di Indonesia terhadap bahan pokok dari luar negeri. Pada Jumat (13/3) nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat melemah ke posisi Rp13.191.
"Yang menjadi penyebab utama dari melemahnya nilai tukar rupiah adalah salah satunya ketergantungan kebutuahan pangan Indoneisa terhadap luar negeri," kata Enny dalam sebuah diskusi mingguan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (14/3). (Baca:Jadikan Rupiah Sebagai Tuan Rumah dinegeri Sendiri)
Selain itu Enny juga menyayangkan sikap cuek pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla bersama dengan jajaran menteri pembantunya. Ia juga mengaku aneh dengan sikap pemerintah yang mengaku tidak khawatir atas terus melemahnya posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
"Karena kalau masyarakat dan pengusaha saja khawatir tentang keadaan rupiah yang sekarang, kenapa pemerintah masih menganggap ini biasa saja?," sambung Enny. (Baca:Nilai Tukar Rupiah Melemah, Industri Ini Bakal Menjerit)
Masih kata Enny, ia juga menyayangkan sikap pemerintah yang menilai bahwa pelemahan rupiah terhadap mata uang asing, khususnya dolar Amerika Serikat adalah hal yang wajar. Pemerintah sendiri berdalih, bukan hanya mata uang rupiah saja yang mengalami pelemahan, melainkan nilai tukar mata uang berbagai negara di dunia saat ini juga tengah melemah.
Enny berpandangan melemahnya nilai tukar rupiah tidak bisa dipukul rata dengan pelemahan mata uang berbagai negara di dunia. Menurutnya beberapa negara di dunia tidak terlalu merasakan dampak penguatan dolar Amerika Serikat, hal tersebut dipicu dengan komposisi ekspor mereka yang cukup tinggi.
"Sedangkan di Indonesia ekspornya cuma 30 persen. Jadi indikator dampak global terhadap pelemahan nilai tukar rupiah tidak bisa dipukul rata," tukas Enny. (fik)