Pengoplosan Beras Ancam Negara, Indef Desak Presiden Turun Tangan
Ilustrasi. (Foto: Antara)
Merahputih.com - Praktik pengoplosan beras di Indonesia dapat memiliki dampak serius pada stabilitas pangan dan kepercayaan publik. Praktik ini merusak efektivitas kebijakan pangan, menciptakan distorsi pasar, dan berpotensi membahayakan stabilitas sosial jika tidak segera ditangani.
Kepala Pusat Makroekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rizal Taufiqurrahman, menekankan bahwa jika masyarakat menemukan beras bersubsidi tidak sesuai mutu atau bobot, kepercayaan terhadap pemerintah sebagai penyedia pangan akan runtuh.
Dalam jangka panjang, pengoplosan beras dapat menyebabkan ketidakstabilan harga dan memperlebar jurang antara regulasi dan realitas pasar.
“Negara harus hadir secara tegas, tidak hanya dengan retorika, tetapi dengan sistem yang mampu menutup seluruh celah penyimpangan,” ujar Rizal dikutip Antara, Minggu (27/7).
Baca juga:
Food Station Tjipinang Jaya Buka Posko Pengaduan Beras Oplosan, Masyarakat Bisa Langsung Melapor
Modus pengoplosan beras terus berlanjut karena lemahnya pengawasan di titik distribusi akhir, tidak adanya sistem pelacakan yang kredibel, serta mekanisme kontrol yang longgar terhadap mitra distribusi Perum Bulog.
Rantai distribusi Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang panjang dan kurang transparan juga membuka peluang bagi pihak hilir untuk melakukan pengoplosan secara sistematis.
Situasi ini diperparuk oleh ketiadaan sistem peringatan dini berbasis data dan kurangnya pembenahan menyeluruh dalam tata kelola logistik serta sertifikasi penyalur. Selama praktik pengoplosan masih menguntungkan dan sanksi tidak memberikan efek jera, sistem ini akan terus berputar.
Oleh karena itu, Indef merekomendasikan pemerintah untuk mengubah pendekatan dari reaktif (razia dan inspeksi mendadak) menjadi sistem pengawasan cerdas yang terintegrasi dan forensik. Digitalisasi rantai distribusi CBP dengan sistem pelacakan QR atau barcode yang dapat dimonitor publik sangat diperlukan.
Baca juga:
Buntut Beras Oplosan, Pemerintah Hilangkan HET Beras Premium dan Medium
Pembaruan sistem mitra Bulog, audit berkala, dan pembentukan daftar hitam pelaku oplosan harus menjadi standar kebijakan. Tanpa sanksi administratif yang tegas seperti pencabutan izin permanen dan pemiskinan korporasi, praktik ini akan terus berulang.
Pemberantasan kejahatan pangan tidak bisa hanya mengandalkan satu institusi. Diperlukan kerja sama antarkementerian yang bersifat sistemik, bukan sekadar koordinatif. Kementerian Pertanian dan Bulog harus bersinergi membentuk sistem pemantauan mutu dan distribusi real-time.
Selain itu, Aparat Penegak Hukum (APH) perlu membentuk unit khusus yang menangani pelanggaran di sektor pangan strategis. “Semua aktor, termasuk pemerintah daerah, harus bekerja dalam satu kerangka pengawasan yang terukur, terpantau, dan dapat diintervensi dengan cepat ketika ada penyimpangan,” ujar Rizal.
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Bapanas Jamin Kualitas Beras, Perputaran di Stok Per 6 Bulan
[HOAKS atau FAKTA]: Menkeu Purbaya Tarik Rp 71 Triliun dari Program MBG, Mau Dialihkan ke Beras Gratis
DPR Tegaskan Tumpukan Beras Bulog 3,8 Juta Ton Seharusnya Cukup untuk Tameng Subsidi, Bukan Jadi Alasan Cabut Izin Pedagang
Satu Juta Ton Usia Simpanan Beras Pemerintah Hampir 12 Bulan, DPR Minta Kurangi
Prabowo Inginkan ASEAN Plus Tree Tingkatkan Cadangan Beras, Perkuat Respons Darurat Antarnegara
Pemprov DKI Beri Surat Teguran Pedagang yang Jual Beras di Atas HET, Pelanggaran Berulang Berujung Izin Usaha Dicabut
Pedagang Beras yang Jual di Atas HET Diberi 'Kartu Kuning' dan Waktu Seminggu untuk Tobat, Kalau Masih Bandel Sanksi Menanti
Badan Pangan Nasional Temukan Beras Premium Sudah Dijual di Bawah HET
Bulog Jadi Pemasok Beras Premium Buat MBG
Harga Beras di Penggilingan Jawa Barat Merangkak Naik, Nilai Tukar Petani Juga Meningkat