Importir: Sapi Bukan Barang yang Bisa Ditimbun

Kamis, 13 Agustus 2015 - Eddy Flo

MerahPutih Bisnis - Kelangkaan daging sapi yang akhirnya membuat harga di pasar melambung tinggi, membuat banyak orang menduga, ada pihak yang sengaja membuat hal itu terjadi. Berbagai pendapat bermunculan dan mengarah kepada penimbun sapi hasil impor sehingga menjadi langka. Para importir pun 'tersentil' dengan hal tersebut, lantaran ditengarai pihak importirlah yang melakukannya.

Seorang importir, sebut saja Mr X yang ditemui khusus merahputih.com, Rabu (12/5) di Jakarta menjelaskan, jika pihak importir tidak mungkin melakukan hal yang sering disebut kartel tersebut untuk mendongkrak harga.

"Saya luruskan, sepanjang yang kami alami tidak ada kartel. Ini masalah suplay and demand," tegasnya.

Menurut lelaki yang mengaku sudah menjadi importir sapi sejak tahun 1990-an itu, pihaknya justru mengkritik kebijakan pemerintah yang malah memberikan kuota sapi impor namun tidak dibarengi dengan produksi sapi lokal yang dapat menutupi permintaan. Saat ini, permintaan di Indonesia diperkirakan sebanyak 250 ribu ekor sapi.

"Pernah ada wacana swasembada daging (sapi). Malah pernah dilakukan sensus yang hasilnya menyatakan ada sekitar empat belas juta ekor sapi lokal. Itu sensus akurasinya bagaimana? Lha, kita cari sapinya enggak ada," ujarnya lagi.

Sebagai pengusaha, ia merasa mendukung rencana pemerintah tersebut. Namun dalam kenyataannya, masih sangat sulit mencari sapi lokal sesuai dengan jumlah permintaan pasar.

"Menurut para petani, perhitungan di lapangan, misalnya satu keluarga memiliki beberapa ekor sapi, nah, itu dihitung semua. Padahal, tidak semua sapi itu merupakan sapi potong. Ada aturan pemerintah yang tidak memperbolehkan sapi betina produktif dipotong termasuk sapi yang masih kecil. Belum lagi perhitungan di pasar-pasar Jawa yang biasanya jika sapi tidak laku, akan dipindah ke pasar lain dan itu dihitung juga. Jadi yang dihitung double," terangnya.

Menurutnya kelangkaan sapi itulah yang mendorong, harga sapi kemudian menjadi naik.

"Begitu impor dibatasi, harga sapi langsung naik. Nah, sapinya kemana?" ujarnya.

Pihaknya juga menyesalkan, sebagian pihak sudah kadung menuduh para importir menimbung sapi setelah mendapatkan jatah impor. Padahal, menurut Mr X, sapi merupakan mahluk hidup yang memang harus segera dijual di pasar (dalam bentuk daging).

"Sapi itu bukan barang elektronik yang disimpan setahun bentuknya masih sama. Sapi datang paling lama enam bulan dalam proses penggemukan, enggak bisa terus dipelihara. Kalau dibilah pengusaha importir itu nimbun, buat apa? Ya, memang diakui ada beberapa yang mengerem penjualan itu pun sudah dalam perhitungan untuk kelanjutan hidup perusahaan. Kita kan pasti sudah menghitung," bebernya.

"Misalkan, sekarang kita impor yang harusnya bisa menghidupi dengan kapasitas impor yang besar, tiba-tiba dapat jatah impor sedikit. Kita harus berhitung lagi agar bisa bertahan. kan kalau kandangnya juga kosong, kita harus berhenti beroperasi, bukan berarti menimbun. Sapi itu enggak bisa ditimbun," ujarnya lagi dengan nada tinggi.

Seperti sudah diberitakan sebelumnya, pemerintah dalam hal ini kementrian perdagangan yang saat itu dijabat Rahmat Gobel, membuka keran impor sapi sejumlah 50.000 ekor. Hal tersebut didasarkan atas kelangkaan daging sapi di pasar Indonesia yang membuat harga daging sapi melonjak menjadi kisaran Rp130.000 - Rp140.000 per kilogram.(wan)

 

Baca Juga:

Dampak Kenaikan Harga Daging Sapi

Kenaikan Harga Daging Sapi Beri Sentimen Negatif Terhadap Rupiah

Harga Daging Sapi Mahal, Pedagang Bakso Pilih Pulang Kampung

Harga Daging Sapi Meroket, Mafia Daging Bermain?

 

 

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan