Harga Minyak Sawit dan Hasil Tembaku Selamatkan Pendapatan Negara Dari Bea Cukai
Selasa, 14 Januari 2025 -
MerahPutih.com - Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) mencatat penerimaan dari sektor kepabeanan dan cukai mencapai Rp 300,2 triliun. Posisi itu, tumbuh 4,9 persen dan memenuhi 93,5 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Budi Prasetiyo merinci, dari sektor bea masuk, penerimaan bea masuk tahun 2024 tercatat Rp 53,0 triliun atau tumbuh 4,1 persen (yoy).
Pada triwulan I 2024, penerimaan bea masuk sempat menurun karena adanya penurunan nilai impor yang tipis akibat kondisi global.
Namun pada triwulan II, terjadi pertumbuhan dikarenakan adanya kenaikan impor bahan pangan untuk pengendalian dampak perubahan iklim dan penguatan dolar AS terhadap rupiah.
Baca juga:
Kementan Yakinkan Program B50 Tidak Ganggu Ekspor CPO
Disusul pertumbuhan di triwulan III dan IV yang disebabkan peningkatan nilai impor yang konsisten, terutama dalam impor bahan baku, barang penolong industri, dan barang konsumsi.
Kemudian dari sektor bea keluar, Bea Cukai mencatat penerimaan sebesar Rp20,9 triliun atau tumbuh 53,6 persen (yoy).
Pertumbuhannya terjadi di setiap kuartal, yakni pada triwulan pertama pertumbuhan bea keluar dipengaruhi oleh penurunan harga CPO dan volume ekspor.
Lalu pada triwulan II dan III pertumbuhan dipengaruhi oleh kebijakan relaksasi ekspor mineral berlanjut dan harga CPO yang menguat. T
Terakhir pada triwulan IV pertumbuhan penerimaan bea keluar dapat terjadi diakibatkan harga CPO mencapai level tertinggi sepanjang tahun 2024.
Dari penerimaan cukai, tercatat penerimaan sebesar Rp226,4 triliun atau tumbuh 2,0 persen (yoy). Adapun penerimaan cukai terdiri dari penerimaan hasil tembakau sebesar Rp 216,9 triliun, minuman mengandung etil alkohol (MMEA) Rp 9,2 triliun, dan etil alkohol (EA) sebesar Rp141,1 miliar.
Pada triwulan I 2024, penerimaan cukai sempat mengalami penurunan karena turunnya produksi hasil tembakau akhir tahun 2023 sebagai basis pembayaran kuartal I.
Namun, dapat tumbuh pada triwulan II setelah tarif efektif cukai hasil tembakau (CHT) tumbuh moderat akibat peningkatan produksi HT dari gol II dan III yang tarifnya lebih murah.
Kemudian, pada triwulan III pertumbuhan terjadi karena tarif efektif CHT tumbuh moderat, meskipun terjadi penurunan produksi. Pertumbuhan kembali terjadi pada triwulan IV karena tarif efektif CHT tumbuh lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya meskipun terjadi penurunan produksi.
Pertumbuhan tersebut, utamanya dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya pertumbuhan nilai impor dan penguatan kurs dolar AS yang menyebabkan pertumbuhan penerimaan bea masuk.
Lalu, dampak kebijakan relaksasi ekspor mineral mentah dan harga crude palm oil (CPO) yang menguat sejak Juni yang menyebabkan pertumbuhan penerimaan bea keluar; dan kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau dan MMEA yang menyebabkan pertumbuhan penerimaan cukai.