Gugatan Ariel Noah Cs Soal UU Hak CIpta Dikabulkan, Kemenangan Musisi Indonesia di Meja Mahkamah Konstitusi
Rabu, 17 Desember 2025 -
Merahputih.com - Angin segar berembus bagi industri musik tanah air setelah Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Gugatan ini sebelumnya diajukan oleh deretan musisi papan atas seperti Armand Maulana, Ariel NOAH, Raisa, hingga Bernadya yang memperjuangkan kejelasan hak ekonomi mereka.
"Mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo saat membacakan amar putusan Perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Rabu (17/12).
Baca juga:
Ariel Noah Bersama Vibrasi Suara Indonesia Sambangi Fraksi PDIP Bahas Royalti
Kepastian Royalti dan Tanggung Jawab Penyelenggara
Dalam putusannya, MK menitikberatkan pada Pasal 23 ayat (5) yang kini mempertegas bahwa pihak yang memikul tanggung jawab pembayaran royalti untuk pertunjukan komersial adalah penyelenggara acara (promotor), bukan lagi sekadar interpretasi luas terhadap "setiap orang".
Selain itu, MK menghapus ketidakpastian hukum mengenai "imbalan yang wajar" dalam Pasal 87 ayat (1). Kini, standar pembayaran royalti harus merujuk pada tarif resmi yang ditetapkan oleh lembaga berwenang, sehingga tidak ada lagi celah penafsiran sepihak yang merugikan pencipta lagu.
Penerapan Keadilan Restoratif dalam Sengketa Hukum
Selain masalah finansial, Mahkamah juga memberikan pandangan baru terhadap sanksi pidana dalam konflik hak cipta. MK menegaskan bahwa hukuman penjara harus menjadi upaya terakhir (ultimum remedium) setelah jalur perdata ditempuh.
Baca juga:
Ariel Noah, Piyu Padi hingga Adi KLa Project Ikuti RDPU Manajemen Royalti dengan Komisi XIII DPR
Proses hukum pun wajib mengedepankan pendekatan keadilan restoratif sebelum masuk ke ranah pemidanaan.
"Menyatakan frasa 'huruf f' dalam norma Pasal 113 ayat (2) UU 28/2014 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘dalam penerapan sanksi pidana dilakukan dengan terlebih dahulu menerapkan prinsip restorative justice," tutur Ketua MK.