Dugaan Eksploitasi hingga Penyiksaan Pekerja OCI, Kementerian HAM Bakal Panggil Manajemen Taman Safari Indonesia
Rabu, 16 April 2025 -
MerahPutih.com - Mantan pekerja sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) mengadukan dugaan eksploitasi dan pelanggaran hak asasi manusia kepada Kementerian HAM.
Dugaan eksploitasi anak yang disampaikan para mantan pekerja diduga terjadi sejak tahun 1970-an oleh para pemilik OCI dan Taman Safari Indonesia.
Delapan orang perwakilan korban yang hadir, sebagian besar perempuan paruh baya, menceritakan kronologi mereka dipekerjakan sejak masih anak-anak sebagai pemain sirkus di OCI.
Mereka mengaku mengalami berbagai bentuk penyiksaan seperti dipukul, disetrum, dipaksa bekerja dalam kondisi sakit, dipisahkan dari anaknya, hingga dipaksa memakan makanan tak layak.
Wakil Menteri HAM Mugiyanto, mengatakan ada beberapa kemungkinan pelanggaran HAM dari cerita para korban.
“Ada perbudakan, penyiksaan, pelanggaran hak atas rasa aman, hak atas pendidikan, kemudian hak atas identitas,” katanya kepada wartawan di Jakarta dikutip Rabu (16/4).
Baca juga:
Dia akan memanggil manajemen Taman Safari Indonesia. Sebab, KemenHAM menduga terjadi pelanggaran HAM berat dialami mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI).
Dia mengupayakan untuk mendapatkan informasi dari pihak yang dilaporkan sebagai pelaku tindakan yang tadi disampaikan.
“Kami akan lakukan secepatnya,” kata Mugianto.
Selain itu, Mugiyanto memastikan, akan berkoordinasi dengan Komnas HAM, Kementerian PPPA, hingga lembaga terkait. Hal ini dilakukan untuk menindaklanjuti laporan para korban.
"Semua jalan harus diambil supaya hak-hak korban dipenuhi dan peristiwa seperti ini jangan terjadi lagi,” jelas dia.
Dia menilai Taman Safari sebagai tempat bisnis harus tunduk pada prinsip-prinsip hak asasi manusia. Ia mengatakan Kementerian HAM akan mengambil langkah agar kejadian-kejadian tersebut tidak terulang lagi.
Baca juga:
Pandangan Menteri HAM Pigai Soal Legalisasi Ganja dan Kratom
Mugiyanto juga menjelaskan kementeriannya akan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga lain untuk menindaklanjuti kasus ini.
Mugiyanto mengatakan ada tantangan dalam menindaklanjuti kasus ini, karena pada masa terjadinya, Indonesia belum memiliki undang-undang tentang HAM.
Produk hukum tersebut baru terbit pada pada akhir 1990-an, yaitu UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
“Jadi terjadinya di masa lalu, sehingga kalau diterapkan undang-undang tersebut, susah,” katanya.
Meski demikian, kasus ini masih bisa diproses melalui jalur hukum pidana dengan dasar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Ia mempersilakan para pendamping korban menempuh jalur tersebut, karena bukan menjadi ranah Kementerian HAM. (Knu)